Bahagia yang selama ini kunanti akhirnya datang juga. Peristiwa
kelam masa lalu kini menjauh. Pesona baru merasuk ke dalam sukmaku. Semua
indah, sangat indah. Kini, aku bisa merajut kembali impianku.
Aku mengenalnya
dengan cara yang sangat biasa. Kala itu hatiku dirundung pilu, tak ada lagi
yang mampu kulakukan selain menceritakan masalahku kepada orang yang kuanggap
dekat denganku. Aku sudah sepuluh bulan hidup dalam kesedihan luar biasa.
Desember kelabu masih saja menghantuiku. Kekasih yang kuanggap paling setia itu
ternyata mengkhianatiku. Dan yang paling menyedihkan lagi aku berada dalam
perangkap kesedihan selama sepuluh bulan. Pengemis cinta, begitu kata yang
keluar dari mulut orang-orang terdekatku. Pikiranku selalu terganggu,
perasaanku selalu terluka olehnya.
` Merasa lelah
dengan kesedihan itu, aku mencoba untuk keluar dari ruang kegalauan yang sangat
parah itu. Tepatnya hari jumat saat aku dan teman-teman sedang asyik berkumpul
di dekat pintu gerbang kampus. Karena merasa tertekan, dengan iseng aku
bertanya pada salah seorang temanku yang beragama Kristen. Aku sendiri beragam
Islam.
“Lia, apakah kamu
punya teman yang jomblo dan cantik?” tanyaku.
“Emangnya kenapa?”
“Aku sudah nggak
tahan dengan sikap mantanku itu. Aku makin tersiksa dibuatnya. Agama kristen
juga nggak masalah kok, yang penting galauku ini bisa segera lenyap.”
“Hehehe sabar ya
Kak. Hmmm, aku sih punya teman KKN. Orangnya lumayan manis dan pastinya
jomblo.”
“Agama kristen?”
“Bukan, dia orang
islam kok. Aku nggak mau kakak pacaran dengan orang yang berbeda keyakinan,
bisa ribet nantinya. Jadi mending kakak cari yang seagama.”
“Oh iya,
ngomong-ngomong namanya siapa ya? Boleh nggak aku minta nomor handphone-nya?”
“Boleh. Namanya
Diana. Kuliah di fakultas sebelah. Jadi kita tetanggaan sama dia, deket
banget.” Senyum manis mengembang dari wajah cantik Lia.
“Makasih banyak ya
Lia.”
‘Sama-sama Kak.”
Hari itu aku belum
berniat menghubungi orang yang akan dikenalkan Lia padaku. Bayangan sang mantan
masih terus menghantui. Rasa cintaku padanya masih sangat besar. Berkali-kali
aku dilanda kerinduan mendalam pada mantanku itu dan berkali-kali pula sakit
hati menderaku. Menyedihkan.
Masih belum puas
kumpul di fakultas sendiri, kami memutuskan pergi ke kampus satu alias kampus
utama tempat kantor rektor berada. Kebetulan salah seorang temanku memiliki
kamera mahal jadi kami mengabadikan moment tersebut dengan berbagai gaya
tentunya. Puas berpose di halaman kampus, kami kemudian masuk ke salah satu
ruang penelitian. Di ruang penelitian tersebut kami yang berjumlah sekitar 20
orang bercerita panjang lebar. Bercanda dan tertawa bersama. Sedihku mulai
terkikis saat itu. Hal yang paling membuatklu senang adalah ketika kami sedang
asyik bercerita di ruang penelitian, tiba-tiba Diana lewat dengan membawa
laporan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Sontak Lia berteriak memanggilnya. Namun,
Diana harus ke lantai atas untuk menyerahkan laporan tersebut.
Diana kemudian
turun dan langsung ditarik oleh Lia untuk bertemu denganku. Aku yang sedang
asyik ngobrol tersentak melihat sosok dihadapanku. Dia kemudian mengulurkan
tangannya dan menyebut namanya.
“Diana.’ Katanya
diringi senyuman.
“Aku Anto.”
Jawabku.
Saat itu juga aku
langsung jatuh hati padanya. Sungguh ia wanita yang manis. Pertemuan pertama
yang memberi kesan padaku. Perlahan aku sudah mulai bisa membuka hatiku pada
wanita lain. Tak ada kamus sedih lagi, keindahan mulai mendekatiku. Aku
bersyukur.
Aku yakin bahwa
dialah orang yang tepat untukku. Walaupun baru sebatas kenalan aku optimis
bahwa dia bisa jadi kekasihku. Kekasih baru tepatnya. Pulang dari kampus aku
mencoba menghubunginya lewat sms. Rasa senang menyergapku, tapi hanya sesaat.
Dua kali aku mengirim pesan padanya ia kemudian pamit dengan alasan sedang
sibuk. Sms pun berakhir. Keesokan harinya juga sama. Nyaris tak ada hal
spsesial yang kurasakan ketika smsan dengannya. Tapi aku bukanlah tipe orang
yang cepat menyerah. Dengan tekad yang kuat aku terus berusaha menghubunginya
dan tentunya berusaha mencuri hatinya.
Seiring
berjalannya waktu, dia sudah mulai membuka diri. Aku merasa senang kala ia
membalas sms yang kukirimkan. Tak jarang kami membicarakan tentang kisah cinta
yang kelam, tentang mantan kekasih masing-masing. Dan kebetulan peristiwa masa
lalu kami hampir sama. Hingga suatu hari ia mengajakku ke rumahnya sekedar
bertemu untuk kedua kalinya. Aku senang bukan main. Lia juga akan datang ke
rumahnya karena sekalian dengan acara makan malam. Katanya ia akan memasak
sendiri, spesial buatku.
Malam harinya aku
tak melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya. Aku juga tak perlu
menempuh jarak yang jauh karena rumah kami masih bisa dikatakan dekat. Hanya
butuh waktu lima menit untuk bisa sampai ke rumahnya. Malam itu aku berangkat bersama
Lia dan kekasihnya yang kebetulan seorang teman dekatku juga. Kami bertiga
disuguhkan makanan saat tiba di rumah Diana. Malam yang menyenangkan bagiku
karena pertama kalinya kami bisa bercerita secara langsung, bukan lagi lewat
sms atau telpon. Kami lumayan lama bercerita tentang apa saja yang menurutku
layak untuk dibahas. Hatiku mengatakan bahwa dialah orang yang benar-benar pas
dihatiku. Sungguh.
Pertemuan demi
pertemuan kami lakukan. Aku dan Diana mulai dekat. Setiap hari kami selalu
bertemu. Perasaanku semakin menggila padanya. Hingga suatu hari aku
memberanikan diri menyatakan cinta padanya. Aku sedikit kecewa dengan
jawabannya waktu itu. Ia merasa belum siap menjalin hubungan sebagai sepasang
kekasih. rasa trauma akan masa lalu masih menghantuinya. Meskipun ia dengan
jelas mengatakan bahwa ia mencintaiku. Ketakutan yang membuatnya tak bisa
menerimaku kala itu. Ia belum bisa menjawab pernyataan cinta dariku. Katanya
perlu waktu beberapa minggu untuk menjawabnya.
Merasa telah cocok
dengannya, aku terus mendesak ia menjawab pertanyaanku. Aku harus bisa
memilikinya, karena rasa cinta dalam hatiku begitu besar untuknya. Akhirnya
dengan kesungguhan hati, ia menerimaku sebagai kekasihnya. Kebahagiaan yang
telah lama kunanti kini dapat kugenggam dengan indah. Dia yang baru mengisi
kekosongan hatiku.
***
Dua hari sudah aku
dan Diana menjalin kasih. Namun ombak yang besar mencoba menghancurkan cinta
kami. Mantan kekasihku kembali muncul dihadapanku dengan alasan masih sangat
membutuhkanku. Awalnya aku tak begitu peduli, tapi lama-kelamaan aku luluh juga
oleh sikapnya yang sudah sangat kukenal itu. Ia tiba-tiba datang dengan
pesonanya. Yang membuatku kaget ia dengan jelas mengatakan bahwa masih
mencintaiku dan ingin kembali merajut kasih denganku.
Dari lubuk hati
yang paling dalam aku masih mencintai mantanku itu, namun cintaku lebih besar
pada Diana sehingga aku mampu menolak permintaanya untuk kembali lagi. Berbagai
cara ia lakukan untuk merebut hatiku kembali, bahkan ia masuk dalam wilayah
yang seharusnya hanya aku dan Diana berada di dalamnya. Ia telah mengusik cinta
kami, mencoba merusaknya. Apakah cintaku sedang diuji? Aku tak tahu pasti.
Sejak mantanku
masuk sebagai pemberontak dalam cinta kami, hatiku mulai terbagi. Perasaanku
kini tertuju pada dua wanita. Keduanya sangat kucintai, aku dilema. Dengan
langkah tegas aku mempertemukan Diana dengan mantanku untuk menyelesaikan
masalah pelik ini. Hasil dari pertemuan itu aku tetap memilih Diana sebagai
kekasihku. Aku merasa Diana yang pantas buatku, dia baik dan juga cerdas dalam
menilai kehidupan. Mantanku menerima keputusan itu walau diringi deraian air
mata. Ia mencoba menerima kenyataan pahit.
Keadaan berbalik.
Aku bahagia sementara mantanku menderita. Dulu aku sangat mendrita sementara ia
bahagia bersama kekasih barunya. Keadaan memang selalu berubah tanpa kita duga,
cepat atau lambat. Ternyata pertemuannya dengan Diana malam itu yang kuanggap
telah menyelesaikan permasalahan tak ada gunanya. Ia kembali memohon padaku
agar menerimanya sebagai kekasihnya lagi dan bersedia menjaga cintanya,
berjanji tidak akan mengulangi kesalahan besarnya dahulu. Jiwaku kembali tak
tenang. Aku tidak ingin menyakiti salah satu dari mereka, namun hidup adalah
pilihan. Mau tak mau, suka tidak suka aku harus menentukan pilihanku. Aku
sangat mencintai Diana, begitu juga dengan mantanku. Sempat terlintas
dipikiranku untuk tidak memilih siapa pun diantara mereka, namun jika hal
tersebut kulakukan akan menyiksa diriku sendiri.
Dengan sangat berat
aku harus melepas salah satu dari mereka. Diana kekasihku atau mantanku yang
juga masih kucintai. Namun aku tetap saja tak mampu memilih. Suara hatiku masih
bimbang.
Di tengah peliknya permasalahan yang membuatku dilema, tiba-tiba
aku dan Diana bertengkar hebat. Emosi membakar jiwa kami. Kalimat bernada kasar
terlontar tanpa beban. Diana pasrah, ia mengalah. Dengan ikhlas ia mengatakan
bahwa kami harus mengakhiri hubungan ini. Diana rela melepasku, ia
memerintahkan aku untuk kembali merajut cinta dengan mantanku. Aku sedih
mendengar hal itu. Sangat berat melepas cintaku pada Diana namun ia mengatakan
bahwa cinta yang sebenarnya telah menantiku di masa depan. Cinta itu adalah
mantanku. Hubunganku dengan Diana hanya bertahan satu bulan.
Aku dan mantanku memutuskan untuk kembali merajut cinta sebagai
pasangan kekasih. Sungguh aku sangat mencintainya. Dan aku akan selalu
menjaganya karena dia masa depanku.
Diana, maafkan aku yang telah melukai hatimu.
Irwandi Fahruddin
Palopo, 5 April 2013