Labels

Sunday, February 1, 2015

AFIQAH


Aku selalu memikirkan sesuatu yang indah kala menatap wajah lembut wanita itu. Tutur kata meyakinkanku akan sebuah kebahagiaan. Segala bentuk gerak tubuhnya menyiratkan suatu  langkah menuju kemenangan sejati. Semua yang dimilikinya tepat pada keinginanku.
            Aku mengenal wanita itu dalam sebuah panggung pertunjukan. Saat itu ia sedang menjalankan tugasnya sebagai seniman. Ia memainkan peran yang begitu menawan, penjiwaan terhadap karakter tokoh yang dimainkannya begitu indah. Sebuah pertunjukan teater yang menyita perhatian orang banyak khususnya kalangan pecinta seni. Wajah yang elok menambah pesonanya di atas panggung. Semua manusia yang hadir menyaksikan kehangatan seni memberikan tepuk tangan pertanda pujian terhadap apa yang telah ditontonnya.
            Afiqah sungguh luar biasa. Pemilik nama lengkap Nurul Afiqah Sabrina itu memiliki pesona sangat indah. Wajah cantik dan kecerdasan yang dimiliki membuat setiap lelaki yang melihatnya akan terpikat, tak terkecuali aku. Pesonanya membuatku takluk. Rasa ingin memiliki selalu datang kala menatap kedua matanya. Gestur menarik selalu diperlihatkan baik dalam bermain teater maupun dalam kehidupan sehari-hari.
            Teater yang dipentaskan pada malam menjelang tahun baru itu adalah cerita tentang keberhasilan pemerintah Indonesia dalam melaksanakan setiap tugasnya. Afiqah menulis sendiri naskah tersebut, ia tak hanya pandai bermain namun juga mampu menulis setiap cerita yang akan dimainkannya. Malam itu ia tampil di depan para pejabat pemerintahan dalam negeri, rasa kagum terpancar jelas dari wajah-wajah yang menyaksikannya. Mungkin karena cerita malam itu tentang pujian terhadap pemerintah sehingga senyum gembira menghiasi kemegahan panggung pertunjukan.
            Usai memainkan perannya sebagai pemain teater, Afiqah diberi penghormatan oleh pemerintah yang hadir menyaksikan pertunjukan tersebut. Ia diberi amanat untuk mengembangkan dunia seni di Indonesia. Tugas mulia itu ia terima dengan perasaan senang luar biasa. Pertunjukan pertama yang aku saksikan membuatku terpesona, bukan hanya pada inti cerita yang dimainkan tetapi juga pada pemain yang menjadi tokoh utama cerita tersebut. Ia adalah Afiqah, gadis panggung yang cantik jelita.
            Ingin rasanya menemui Afiqah usai pertunjukan malam itu, namun ia terlalu sibuk dengan rutinitasnya. Sebagai pengamat seni aku ingin sekali berbicara banyak tentang apa yang telah dipertontonkan Afiqah bersama tim keseniannya. Aku memutuskan berbicara langsung dengan pemain lain malam itu dan cukup untuk menambah wawasanku sebagai seorang pengamat kesenian. Aku menunggu pertunjukan selanjutnya dari Afiqah. Tak sabar rasanya hati ini memandang setiap gerak dan langkahnya ketika berada di atas panggung.
            Tiga bulan berlalu tak terdengar lagi kabar tentang Afiqah. Mungkin ia sibuk menyiapkan materi untuk pertunjukan berikutnya, itu pikirku. Kesabaranku terbayar saat melihat sebuah pengumuman tentang pertunjukan yang akan dilaksanakan tim kesenian milik Afiqah. Sekali lagi ia akan memainkan naskah dengan tema pemerintahan dalam negeri. Kali ini ia memperlihatkan konsep yang berbeda dari sebelumnya. Pementasan berlangsung nyaman saat awal setiap tokoh memainkan perannya, namun semua berubah saat adegan yang secara jelas mengkritik kinerja pemerintah saat ini. Para pejabat yang hadir malam itu menjadi gusar. Kritik keras membuat pemerintah naik pitam. Pertunjukan belum berakhir namun suara keras dan tegas dengan nada marah mengehentikannya. Ia menganggap hal tersebut adalah penghinaan terhada pemerintah. Kekuatan seni yang dimiliki Afiqah tak menghentikan pertunjukannya. Ia tetap melanjutkan lakon yang dimainkannya walau harus menerima sebuah kritik keras dari salah seorang pemerintah yang hadir.
            Pertunjukan selesai, seluruh penonton memberi tepuk tangan sekeras-kerasnya karena merasa puas dengan penampilan Afiqah dan kawan-kawan. Malam itu Afiqah dipanggil ke sebuah ruangan untuk berbicara dengan salah seorang bapak tua yang bekerja di  pemerintahan. Ia menuai kritik keras disertai ancaman yang membuatnya bingung.
            “Pokoknya ini terakhir kamu memainkan teater yang mengkritik pemerintah.” Bapak tua itu terlihat mengancam.
            “Memangnya kenapa Pak? Bukankah hal tersebut adalah pernyataan jujur dari apa yang dirasakan rakyat?” Tanya Afiqah heran.
            “Pertunjukan kamu barusan telah mencoreng nama baik pemerintah, tak seharusnya kamu membuka aib di depan khalayak. Semua rahasia pemerintah jadi terungkap akibat permainan teater kamu.”
            “Saya tidak setuju dengan pernyataan bapak barusan yang menganggap hal itu mencoreng nama baik pemerintah. Naskah itu saya tulis dengan melihat kenyataan yang terjadi di sekitar dan saya menganggap itu bukan rahasia karena jika tidak diketahui rakyat bisa semakin bodoh dan semakin sengsara.” Penjelasan yang menantang dari Afiqah membuat bapak tua tersebut semakin gusar.
            “Sekali lagi saya peringatkan, jika kamu masih tetap menulis dan menampilkan naskah seperti tadi, saya tidak tanggung-tanggung menjebloskan kamu ke penjara.” Ancam bapak tua itu kemudian pergi meninggalkan Afiqah yang masih duduk.
            Afiqah terlihat berpikir. Tanpa sengaja aku menyaksikan percakapan keduanya. Kali ini aku berhasil menemuinya dan berbicara empat mata. Ia menjelaskan apa yang telah terjadi saat itu. Perasaan kagum semakin tertanam dalam hatiku kala menatap wajah anggunnya dan tutur kata yang tulus. Pesonanya sungguh luar biasa. Tak ingin larut dalam perasaan kagum aku langsung memberi saran padanya untuk tidak menampilkan naskah kontroversial seperti yang barusan terjadi. Namun ia merasa semua yang telah ditulis dan ditampilkannya adalah benar, seluruh penonton pun puas menyaksikan pertunjukan tersebut. Berkali-kali aku mencoba menasehatinya namun ia tetap pada pendiriannya. Bahkan ia telah menyiapkan naskah selanjutnya tentang kritik untuk pemerintah.
***
Gedung mewah diserbu ratusan manusia. Mereka rela membayar mahal demi menyaksikan sebuah pertunjukan yang akan memuaskan naluri seni mereka. Pagi itu akan dilaksanakan sebuah pertunjukan besar yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional. Mendengar kabar tentang pertunjukan tersebut aku menjadi sedikit takut akan terjadi sesuatu pada Afiqah. Ini pertunjukan ketiga yang aku saksikan. Ketakutanku semakin meningkat saat mengingat kata-kata bapak tua yang mengancamnya. Batinku bergejolak, apakah Afiqah akan mampu menghadapi kekuatan pemerintah? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benakku.
Pertunjukan dimulai dengan penampilan seorang artis terkenal yang memiliki suara emas dan dipuja para kaum remaja. Tak lama berselang pertunjukan teater berlangsung. Lakon indah dengan iringan musik menunjukkan sebuah kharisma dari para pemainnya. Riuh suara penonton mengundang senyum manis dari wajah para pemain saat pertunjukan selesai.
Sukses pertunjukan namun Afiqah menuai masalah besar. Ia tertangkap saat hendak pulang ke rumah. Bapak tua ternyata membuktikan perkataannya. Naskah yang dimainkan di gedung mewah itu memang memiliki kritik yang lebih keras dibanding pertunjukan sebelumnya. Afiqah dijebloskan ke dalam barisan besi untuk menebus kesalahannya. Aku tak bisa berbuat banyak atas kejadian yang menimpa gadis pujaanku. Selama di penjara ia akan jauh dari suasana panggung. Aku merasa sedih akan hal tersebut.
Karena aku sangat mencintainya walau tanpa sepengetahuannya, aku berusaha sekeras mungkin agar gadis impianku bisa menghirup udara bebas secepatnya. Aku merindukan saat-saat ia bermain menunjukkan pesonanya di atas panggung. Segala usahaku akhirnya berhasil. Afiqah bebas tanpa syarat. Aku terus memperingatkan untuk tidak menulis naskah yang dapat merugikan dirinya sendiri. Setiap kali membahas masalah tersebut ia selalu mengeluarkan pendapat yang tak kuduga membuatku tak dapat berkata apa-apa untuk melawannya. Ternyata ia tetap pada pendiriannya dan berniat menampilkan naskah baru yang telah ditulisnya selama satu bulan di penjara.
Pertunjukan dimulai, penonton yang hadir sama jumlahnya saat pertunjukan terakhir yang membuatnya masuk penjara. Afiqah melaksanakan pertunjukannya di gedung yang sama. Kali ini ia tampil sendiri karena seluruh teman-temannya menolak untuk memainkan naskah yang mengundang kontroversi. Ia memainkan naskah monolog yang ditulis selama di penjara. Tak ada teman Afiqah yang membantu persiapannya. Aku akhirnya membantu seluruh persiapan pertunjukan kali ini. Meski aku tahu akibat pertunjukan itu aku siap menanggungnya bersama Afiqah. Itu semua aku lakukan demi rasa cintaku terhadap dunia seni dan cintaku pada Afiqah tentunya.
Sebuah monolog dimainkan Afiqah penuh penjiwaan. Seluruh penonton yang hadir terkesima dengan penampilannya. Menjelang akhir naskah terdengar suara keras yang membuat seluruh yang hadir tersentak. Empat kali suara tembakan terdengar. Pertunjukan terhenti, Afiqah tergeletak di atas panggung. Ia tertembak. Seluruh penonton diberi peringatan untuk segera meninggalkan gedung pertunjukan dengan ancaman gedung tersebut akan dihancurkan dengan bom. Aku tak menggubris ancaman itu, dengan gerak cepat aku berlari menuju panggung. Aku melihat Afiqah tak berdaya. Darah mengucur deras dari tubuhnya. Empat peluru menembus kulitnya. Air mataku jatuh saat mendekap tubuhnya. Gejolak rasa marah muncul dalam jiwaku. Tak ada orang lain yang berada dalam gedung pertunjukan, semua pergi. Kini hanya aku dan Afiqah. Aku berharap Afiqah dapat tertolong. Segera aku berlari keluar dari gedung mencari taksi. Tak butuh waktu lama aku bergegas membawa Afiqah menuju rumah sakit. Butiran embun dari mataku terus menetes selama perjalanan. Afiqah dan aku bermandikan darah. Aku terus memeluknya.
Afiqah berada dalam ruang gawat darurat selama dua jam. Saat dokter keluar ruangan aku menayakan keadaan Afiqah. Dari penjelasan dokter Afiqah masih dalam kondisi kritis. Rasa khawatir semakin menjalar ke seluruh tubuhku. Aku bersedia merawat Afiqah atas permintaan keluarganya. Ia tak sadarkan diri selama dua minggu.
Afiqah wanita yang kuat. Ia mampu menaklukkan penyakitnya. Ia sembuh dengan penuh semangat walau tak diizinkan lagi oleh pemerintah bergelut dengan dunia kesenian. Ia menerima semuanya dengan ikhlas.
Nurul Afiqah Sabrina berhenti dari dunia seni, namun aku suaminya akan tetap melanjutkan cita-citanya dalam meningkatkan kesenian anak negeri. Aku mengelola tim keseniannya. Hingga sekarang tim kesenian tersebut telah meraih berbagai prestasi dalam maupun luar negeri. Afiqah telah berdamai dengan pemerintah dan diberi izin kemnali ke dunia seni. Afiqah kembali bermain di atas panggung dengan segala pesonanya untukku, untuk semua orang.
Makassar. 9 April 2012

No comments:

Post a Comment