Labels

Sunday, February 1, 2015

GERAK IMPIAN


Impian Vita adalah ingin menjadi penari professional yang dikenal luas oleh masyarakat. Terlahir dari keluarga seniman semakin menambah gejolak jiwanya untuk menggapai impiannya itu. Semangat tinggi adalah modal awalnya. Ia ingin memulai karirnya sejak dini. Di usianya yang kini baru menginjak 13 tahun dengan sangat yakin mampu mengembangkan bakatnya sebagai penari. Vita meminta kepada kedua orang tuanya untuk mengikutkannya ke sanggar tari yang membina para penari pemula hingga yang sudah hebat. Wajah penuh senyum bahagia terlahir dari ketulusan orang tuanya ketika ia mengucapkan permintaannya. Mereka kini tak perlu khawatir akan kehilangan rutinitas kesenian jika suatu saat sudah tak mampu lagi bergulat dengan dunia seni, lahirnya gagasan Vita siap menjadi generasi penerus mereka.
            Vita bergabung dalam salah satu sanggar seni terkemuka di Kota Makassar. Menjadi anggota Sanggar Bintang Makassar adalah kebanggaan luar biasa, tak terkecuali Vita. Ia merasa sudah dekat dengan impiannya. Latihan demi latihan dijalaninya dengan serius, walau kadang mendapat kritik yang menerjang namun ia tak begitu peduli. Sebelum masuk dalam Sanggar Bintang, Vita diberi nasehat oleh orang tuanya untuk bias menerima segala kritik yang bias saja dilayangkan kepada dirinya. Tanpa kritik seseorang tak akan pernah mengetahui kekurangannya. Hal itu selalu diingat olehnya ketika sebuah atau bahkan ribuan kritik menyerangnya.
            Sebentar lagi pementasan besar akan dilaksanakan oleh pemerintah kota. Dalam rangka menyambut hari jadi Kota Makassar akan dilaksanakan pementasan seni budaya. Sanggar Bintang diberi kepercayaan menjadi pengisi acara khusus untuk seni tari. Karena besarnya kepercayaan Sanggar Bintang melakukan seleksi ketat terhadap penari yang akan ikut dalam perayaan akbar tersebut.
            Mendengar adanya seleksi yang akan dilakukan Sanggar Bintang membuat riang hati Vita. Ia bertekad menunjukkan kemampuannya dalam pentas besar nanti. Ia yakin akan terpilih menjadi salah satu penari yang mewakili Sanggar Bintang.
            “Hari ini saya akan melakukan seleksi untuk pementasan besar HUT Kota Makassar. Yang akan menjadi penari bukan hanya kalangna dewasa tapi anak-anak dan remaja juga memiliki kesempatan yang sama.” Ujar pelatih tari Sanggar Bintang.
            “Bentuk penyeleksiannya bagaimana pak?” Vita bertanya karena ingin mengetahui proses seleksi.
            “Saya sudah memiliki nama-nama yang akan ikut dan proses seleksi adalah saat kalian semua latihan. Selama latihan itulah yang menjadi penilaian saya.” Pelatih mempertegas ucapannya.
            “Jadi siapa yang akan ikut Pak Indra?” Vita sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa yang akan beruntung mendapat kesempatan menari di pentas besar nanti.
            Satu demu satu nama disebutkan oleh Pak Indra. Terlihat beberapa senyum cerah dari wajah yang terpilih. Luapan rasa gembira menggema sehingga nyaris merusak indera pendengar. Semua nama telah disebutkan, beberapa dari mereka senang luar biasa, tak sedikit pula sedih karena tak terpilih.
            Kesedihan mendalam dirasakan Vita. Ia tak terpilih menjadi penari dalam pementasan besar. Ia mencurahkan segala isi hatinya kepada ibunya. Sedihnya mendadak lenyap kala mendengar petuah yang keluar dari mulut ibunya. Vita jadi lebih memahami tentang hakikat kegagalan.
            “Gagal bukan berarti kalan nak. Ada keberhasilan yang telah menunggumu, kamu harus siap mencapainya dengan usahamu sendiri.” Ucapan ibunya membangkitkan kembali semangat Vita yang hampir saja pudar.
            Pentas besar usai digelar, Vita hadir saat itu. Semangatnya telah pulih kembali. Ia mulai menyusun kembali kepingan dirinya yang sempat terpisah. Latihan demi latihan ia jalani dengan serius. Vita tak hanya latihan di sanggar, ia juga sering latihan bersama ibunya. Ibunya sebagai seorang penari yang cukup dikenal luas di Sulawesi membuat Vita merasa nyaman latihan bersama.
            Menginjak usia 16 tahun Vita masih belum mampu melenggang di atas panggung pertunjukan. Kemampuannya masih dianggap kurang. Selama tiga tahun berlatih di Sanggar Bintang, tak pernak sekalipun ia mendapat kesempatan menari di atas pentas. Kesabaran yang dimiliknya membuat ia terus berjalan meraih mimpinya. Tiga tahun mengenal dunia seni tari dan tak pernah merasakan kemegahan panggung pertunjukan menjadi niali tersendiri bagi dirnya. Ia tak pernah merasa putus asa. Selain belajar di Sanggar Bintang, Vita juga bergabubg dengan tiga sanggar seni yang ada di Makassar. Ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kemampuannya.
            Menginjak bangku SMA Vita menerima pelajaran berharga. Saat itu ia terpilih menjadi salah satu penari yang akan mewakili sekolahnya dalam festival tari. Ia menjalani latihan demi latihan dengan sungguh-sungguh karena ini pertama kalinya ia akan merasakan hangatnya panggung pertunjukan. Namun saat hari pementasan tiba, Vita mengalami gangguan kesehatan, ia diopname dan tak bias ikut dalam pementasan. Sedih dan kecewa berpadu satu, hatinya remuk karena kesempatan emas lewat begitu saja tanpa mau kembali. Kembali Vita diberi semangat oleh ibunya. Perlahan ia mampu bangkit dari keterpurukan dan menjalani dunia kesenian dengan tekun.
            Vita telah menyelesaikan masa studinya di SMA dengan nilai memuaskan. Ia terpilih menjadi siswa terbaik. Nasib pendidikannya tak sama dengan nasib keseniannya. Lima tahun bergelut dalam dunia seni tari anmun tak pernah sekalipun ia merasakan tampil menari di atas panggung. Vita merasa aneh dengan dirinya namun ia juga harus percaya pada kenyataan. Sabar adalah senjata ampuh, itu yang selalu dipegang teguh olehnya. Ia tak pernah jenu menjalani latihannya di sanggar, walau tak pernah terpilih ia selalu mengatakan akan terus belajar dan belajar. Proses patut untuk dihargai, walau memakan waktu ribuan tahun.
***
            Sepuluh tahun sudah Vita bergelut dalam dunia seni tari. Ia menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Meski belum pernah merasakan gemerlapnya menari di atas panggung pertunjukan ia lebih mampu mengtanalisa kemampuannya. Gagal tampil tak jadi soal, yang terpenting adalah ia telah mengambil ilmu dari setiap apa yang telah dilakukannya dalam dunia seni.
            Perasaan senang tak terhingga muncul menyeruak dari dalam jiwanya ketika ia ditawarkan oleh sahabatnya untuk ikut dalam sebuah festival tari. Vita merasa bangga memiliki empat orang sahabat yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Mereka berlima akhirnya membentuk sebuah grup tari dengan nama Spenzas. Mereka akan berkompetisi dengan penari di seluruh Sulawesi Selatan. Kesungguhan menjadi pilihan mereka. Vita sangat bahagia karena untuk pertama kalinya selama bergelut di dunia seni tari ia akan merasakan dengan nyata menari di atas panggung yang megah.
            Festival tari tingkat Sulawesi Selatan telah tiba. Semua penari menunjukkan kekompakan dan keindahan untuk memikat hati para dewan juri. Spenzas yang digawangi oleh Vita, Intan, Berlian, Reinhard dan Soleh berhasil mengundang perhatian penonton. Sebuah pertunjukan luar biasa mereka perlihatkan. Usai pertunjukan, teriakan histeris dan tepuk tangan meriah menghiasi pertunjukan Spenzas. Para dewan juri untuk pertama kalinya berdiri tepuk tangan dan mengacungkan jempol untuk mereka. Kelima sahabat ini merasa sangat senang diperlakukan seperti itu. Firasat juara merasuki jiwa mereka. Hingga pengumuman tiba ternyata firasat mereka terjawab dan benar mereka menjadi juara pertama dalam festival besar itu. Kebahagiaan mereka tak hanya sampai disitu, Vita terpilih menjadi penari terbaik pilihan juri. Rasa haru menyelimuti mereka. Vita menangis haru menerima penghargaan luar biasa itu. Spensaz terpilih mewakili Sulawesi Selatan di ajang Festival Tari Nasional.
            Ajang Festival Tari Nasional menjadi impian Spenzas. Intan bertekad meraih gelar juara dari ajang tersebut. Vita memiliki pendapat yang sama diikuti oleh Berlian, Soleh dan juga Reinhard. Kelima sahabat itu menjalani latihan serius oleh arahan ibu dan ayah Vita. Ibunya menjadi koreografer dan ayahnya menjadi pemusik, sebuah kerja sama yang indah. Selama tiga bulan penuh proses latihan dilaksanakan. Mereka akan tampil di Jakarta.
            Festival Tari Nasional telah berlangsung sekitar satu jam. Spenzas masih menunggu giliran pentas. Semua peserta menari dengan sangat bagus. Histeria penonton membuat mereka gugup namun tetap percaya diri. Nama Spenzas telah dipanggil untuk menampilkan tariannya. Mereka tampil dengan sempurna. Kejadian di Makassar terulang kembali,penonton dan dewan juri terpana melihat penampilan mereka. Rasa bangga kembali merasuki relung jiwa mereka berlima. Firasat juara kembali hadir di balik gemuruh penonton.
            “Vita, aku yakin kita juara.” Ujar Intan dengan nada semangat.
            “Iya aku optimis kejadian di Makassar bias terulang kembali disini.” Berlian menambahkan.
            “Semangat adalah segalanya, optimis itu harus.” Vita memberi sedikit bumbu semangat.
            “Tekad menjadi pilihan, bukankah begitu?” dengan terbahak Reinhard menyegarkan suasana.
            “Mari kita songsong dunia baru.” Soleh menambahkan.
            “Kita pasti bias.” Mereka berlima berteriak secara bersama di ruang ganti belakang panggung.
            Butuh waktu dua jam untuk menunggu pengumuman karena jumlah peserta yang banyak sehingga dewan juri perlu waktu menilai setiap penampilan. Vita mengisi waktu dengan membaca buku sementara keempat sahabatnya berdiskusitentang masa depan mereka kelak.
            Para juri telah menyelesaikan tugasnya dan penguman akan segera dilaksanakan. Gedung pertunjukan menjadi hening saat pembawa acara menyebutkan para juara.
            “Hadirin sekalian, pertunjukan telah selesai, semua peserta menunjukkan kemampuannya dalam gerak yang indah. Akan ada empat kategori juara yaitu Juara satu, dua, tiga dan juara harapan satu. Maka dari itu juri memutuskan dengan berbagai pertimbangan bahwa yang menjadi terbaik ketiga adalah grup Sisi dari Jakarta.” Pembawa acara mengumumkan dengan jelas.
            “Selanjutnya, juara kedua jatuh pada grup JB Art dari Jawa Barat.” Diringi teriakan penonton.
            “Jawara kita malam ini adalah Beautiful Dance dari Palembang.” Suara teriakan histeris dari penonton membuat telinga terasa perih.
            “Yang terakhir adalah juara harapan satu jatuh pada Spenzas dari Sulawesi Selatan.”
            Vita, Intan, Berlian, Reinhard dan Soleh berteriak histeris mendengar nama grup mereka disebutkan. Walau tak mampu meraih juara pertama mereka menganggap harapan satu adalah luar biasa karena mampu mengalahkan puluhan peserta lainnya. Seluruh grup penari yang menjadi juara dipersilahkan naik ke atas panggung menerima hasil kerja keras mereka. Dengan penuh rasa bangga Spenzas berjalan menuju panggung.
            “Para hadirin, ini adalah para pemenang malam ini. Beri tepuk tangan untuk mereka. Semoga tetap jaya dalam dunia kesenian.” Pembawa acara tersebut melanjutkan pengumumannya.
            “Setelah pengumuman pemenang maka akan diumumkan pula penari terbaik mala mini. Dan orang beruntung itu adalah, adalah.” Mencoba membuat penasaran penonton. “Dia adalah Vita dari Spenzas Sulawesi Selatan.” Kembali terdengar tepuk tangan yang sangat meriah dari para penonton.
            Vita merasa tak percaya dengan pengumuman malam itu bahwa ia menjadi penari terbaik dalam Festival Tari Nasional. Rasa haru menyelimutinya. Keempat sahabat, ayah dan ibunya memeluk erat tubuh Vita malam itu. Tangis haru dan pelukan hangat menghiasi pertunjukan malam itu. Vita menerima penghargaan itu dengan penuh rasa bangga dan haru. Penantiannya selama sepuluh tahun telah terjawab. Segala usaha dan doanya berhasil. Buah dari kesabarannya adalah mendapatkan yang terbaik. Kini dalam genggamannya ada gerak yang indah, yakni gerak impian.
Tombang, Luwu. 14 Mei 2012

No comments:

Post a Comment