Impian
Vita adalah ingin menjadi penari professional yang dikenal luas oleh
masyarakat. Terlahir dari keluarga seniman semakin menambah gejolak jiwanya
untuk menggapai impiannya itu. Semangat tinggi adalah modal awalnya. Ia ingin memulai
karirnya sejak dini. Di usianya yang kini baru menginjak 13 tahun dengan sangat
yakin mampu mengembangkan bakatnya sebagai penari. Vita meminta kepada kedua
orang tuanya untuk mengikutkannya ke sanggar tari yang membina para penari
pemula hingga yang sudah hebat. Wajah penuh senyum bahagia terlahir dari
ketulusan orang tuanya ketika ia mengucapkan permintaannya. Mereka kini tak
perlu khawatir akan kehilangan rutinitas kesenian jika suatu saat sudah tak
mampu lagi bergulat dengan dunia seni, lahirnya gagasan Vita siap menjadi
generasi penerus mereka.
Vita bergabung dalam salah satu
sanggar seni terkemuka di Kota Makassar. Menjadi anggota Sanggar Bintang
Makassar adalah kebanggaan luar biasa, tak terkecuali Vita. Ia merasa sudah
dekat dengan impiannya. Latihan demi latihan dijalaninya dengan serius, walau
kadang mendapat kritik yang menerjang namun ia tak begitu peduli. Sebelum masuk
dalam Sanggar Bintang, Vita diberi nasehat oleh orang tuanya untuk bias
menerima segala kritik yang bias saja dilayangkan kepada dirinya. Tanpa kritik
seseorang tak akan pernah mengetahui kekurangannya. Hal itu selalu diingat
olehnya ketika sebuah atau bahkan ribuan kritik menyerangnya.
Sebentar lagi pementasan besar akan
dilaksanakan oleh pemerintah kota. Dalam rangka menyambut hari jadi Kota
Makassar akan dilaksanakan pementasan seni budaya. Sanggar Bintang diberi
kepercayaan menjadi pengisi acara khusus untuk seni tari. Karena besarnya
kepercayaan Sanggar Bintang melakukan seleksi ketat terhadap penari yang akan
ikut dalam perayaan akbar tersebut.
Mendengar adanya seleksi yang akan
dilakukan Sanggar Bintang membuat riang hati Vita. Ia bertekad menunjukkan
kemampuannya dalam pentas besar nanti. Ia yakin akan terpilih menjadi salah
satu penari yang mewakili Sanggar Bintang.
“Hari ini saya akan melakukan
seleksi untuk pementasan besar HUT Kota Makassar. Yang akan menjadi penari
bukan hanya kalangna dewasa tapi anak-anak dan remaja juga memiliki kesempatan
yang sama.” Ujar pelatih tari Sanggar Bintang.
“Bentuk penyeleksiannya bagaimana
pak?” Vita bertanya karena ingin mengetahui proses seleksi.
“Saya sudah memiliki nama-nama yang
akan ikut dan proses seleksi adalah saat kalian semua latihan. Selama latihan
itulah yang menjadi penilaian saya.” Pelatih mempertegas ucapannya.
“Jadi siapa yang akan ikut Pak
Indra?” Vita sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa yang akan beruntung
mendapat kesempatan menari di pentas besar nanti.
Satu demu satu nama disebutkan oleh
Pak Indra. Terlihat beberapa senyum cerah dari wajah yang terpilih. Luapan rasa
gembira menggema sehingga nyaris merusak indera pendengar. Semua nama telah
disebutkan, beberapa dari mereka senang luar biasa, tak sedikit pula sedih
karena tak terpilih.
Kesedihan mendalam dirasakan Vita.
Ia tak terpilih menjadi penari dalam pementasan besar. Ia mencurahkan segala
isi hatinya kepada ibunya. Sedihnya mendadak lenyap kala mendengar petuah yang
keluar dari mulut ibunya. Vita jadi lebih memahami tentang hakikat kegagalan.
“Gagal bukan berarti kalan nak. Ada
keberhasilan yang telah menunggumu, kamu harus siap mencapainya dengan usahamu
sendiri.” Ucapan ibunya membangkitkan kembali semangat Vita yang hampir saja
pudar.
Pentas besar usai digelar, Vita
hadir saat itu. Semangatnya telah pulih kembali. Ia mulai menyusun kembali kepingan
dirinya yang sempat terpisah. Latihan demi latihan ia jalani dengan serius.
Vita tak hanya latihan di sanggar, ia juga sering latihan bersama ibunya.
Ibunya sebagai seorang penari yang cukup dikenal luas di Sulawesi membuat Vita
merasa nyaman latihan bersama.
Menginjak usia 16 tahun Vita masih
belum mampu melenggang di atas panggung pertunjukan. Kemampuannya masih
dianggap kurang. Selama tiga tahun berlatih di Sanggar Bintang, tak pernak
sekalipun ia mendapat kesempatan menari di atas pentas. Kesabaran yang
dimiliknya membuat ia terus berjalan meraih mimpinya. Tiga tahun mengenal dunia
seni tari dan tak pernah merasakan kemegahan panggung pertunjukan menjadi niali
tersendiri bagi dirnya. Ia tak pernah merasa putus asa. Selain belajar di
Sanggar Bintang, Vita juga bergabubg dengan tiga sanggar seni yang ada di
Makassar. Ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kemampuannya.
Menginjak bangku SMA Vita menerima
pelajaran berharga. Saat itu ia terpilih menjadi salah satu penari yang akan
mewakili sekolahnya dalam festival tari. Ia menjalani latihan demi latihan
dengan sungguh-sungguh karena ini pertama kalinya ia akan merasakan hangatnya
panggung pertunjukan. Namun saat hari pementasan tiba, Vita mengalami gangguan
kesehatan, ia diopname dan tak bias ikut dalam pementasan. Sedih dan kecewa
berpadu satu, hatinya remuk karena kesempatan emas lewat begitu saja tanpa mau
kembali. Kembali Vita diberi semangat oleh ibunya. Perlahan ia mampu bangkit
dari keterpurukan dan menjalani dunia kesenian dengan tekun.
Vita telah menyelesaikan masa
studinya di SMA dengan nilai memuaskan. Ia terpilih menjadi siswa terbaik.
Nasib pendidikannya tak sama dengan nasib keseniannya. Lima tahun bergelut
dalam dunia seni tari anmun tak pernah sekalipun ia merasakan tampil menari di
atas panggung. Vita merasa aneh dengan dirinya namun ia juga harus percaya pada
kenyataan. Sabar adalah senjata ampuh, itu yang selalu dipegang teguh olehnya.
Ia tak pernah jenu menjalani latihannya di sanggar, walau tak pernah terpilih
ia selalu mengatakan akan terus belajar dan belajar. Proses patut untuk
dihargai, walau memakan waktu ribuan tahun.
***
Sepuluh tahun sudah Vita bergelut
dalam dunia seni tari. Ia menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.
Meski belum pernah merasakan gemerlapnya menari di atas panggung pertunjukan ia
lebih mampu mengtanalisa kemampuannya. Gagal tampil tak jadi soal, yang
terpenting adalah ia telah mengambil ilmu dari setiap apa yang telah
dilakukannya dalam dunia seni.
Perasaan senang tak terhingga muncul
menyeruak dari dalam jiwanya ketika ia ditawarkan oleh sahabatnya untuk ikut
dalam sebuah festival tari. Vita merasa bangga memiliki empat orang sahabat
yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Mereka berlima akhirnya
membentuk sebuah grup tari dengan nama Spenzas. Mereka akan berkompetisi dengan
penari di seluruh Sulawesi Selatan. Kesungguhan menjadi pilihan mereka. Vita
sangat bahagia karena untuk pertama kalinya selama bergelut di dunia seni tari
ia akan merasakan dengan nyata menari di atas panggung yang megah.
Festival tari tingkat Sulawesi Selatan
telah tiba. Semua penari menunjukkan kekompakan dan keindahan untuk memikat
hati para dewan juri. Spenzas yang digawangi oleh Vita, Intan, Berlian,
Reinhard dan Soleh berhasil mengundang perhatian penonton. Sebuah pertunjukan
luar biasa mereka perlihatkan. Usai pertunjukan, teriakan histeris dan tepuk
tangan meriah menghiasi pertunjukan Spenzas. Para dewan juri untuk pertama
kalinya berdiri tepuk tangan dan mengacungkan jempol untuk mereka. Kelima
sahabat ini merasa sangat senang diperlakukan seperti itu. Firasat juara
merasuki jiwa mereka. Hingga pengumuman tiba ternyata firasat mereka terjawab
dan benar mereka menjadi juara pertama dalam festival besar itu. Kebahagiaan
mereka tak hanya sampai disitu, Vita terpilih menjadi penari terbaik pilihan
juri. Rasa haru menyelimuti mereka. Vita menangis haru menerima penghargaan
luar biasa itu. Spensaz terpilih mewakili Sulawesi Selatan di ajang Festival
Tari Nasional.
Ajang Festival Tari Nasional menjadi
impian Spenzas. Intan bertekad meraih gelar juara dari ajang tersebut. Vita
memiliki pendapat yang sama diikuti oleh Berlian, Soleh dan juga Reinhard.
Kelima sahabat itu menjalani latihan serius oleh arahan ibu dan ayah Vita.
Ibunya menjadi koreografer dan ayahnya menjadi pemusik, sebuah kerja sama yang
indah. Selama tiga bulan penuh proses latihan dilaksanakan. Mereka akan tampil
di Jakarta.
Festival Tari Nasional telah
berlangsung sekitar satu jam. Spenzas masih menunggu giliran pentas. Semua
peserta menari dengan sangat bagus. Histeria penonton membuat mereka gugup
namun tetap percaya diri. Nama Spenzas telah dipanggil untuk menampilkan tariannya.
Mereka tampil dengan sempurna. Kejadian di Makassar terulang kembali,penonton
dan dewan juri terpana melihat penampilan mereka. Rasa bangga kembali merasuki
relung jiwa mereka berlima. Firasat juara kembali hadir di balik gemuruh
penonton.
“Vita, aku yakin kita juara.” Ujar
Intan dengan nada semangat.
“Iya aku optimis kejadian di
Makassar bias terulang kembali disini.” Berlian menambahkan.
“Semangat adalah segalanya, optimis
itu harus.” Vita memberi sedikit bumbu semangat.
“Tekad menjadi pilihan, bukankah
begitu?” dengan terbahak Reinhard menyegarkan suasana.
“Mari kita songsong dunia baru.”
Soleh menambahkan.
“Kita pasti bias.” Mereka berlima
berteriak secara bersama di ruang ganti belakang panggung.
Butuh waktu dua jam untuk menunggu
pengumuman karena jumlah peserta yang banyak sehingga dewan juri perlu waktu
menilai setiap penampilan. Vita mengisi waktu dengan membaca buku sementara
keempat sahabatnya berdiskusitentang masa depan mereka kelak.
Para juri telah menyelesaikan
tugasnya dan penguman akan segera dilaksanakan. Gedung pertunjukan menjadi
hening saat pembawa acara menyebutkan para juara.
“Hadirin sekalian, pertunjukan telah
selesai, semua peserta menunjukkan kemampuannya dalam gerak yang indah. Akan
ada empat kategori juara yaitu Juara satu, dua, tiga dan juara harapan satu.
Maka dari itu juri memutuskan dengan berbagai pertimbangan bahwa yang menjadi
terbaik ketiga adalah grup Sisi dari Jakarta.” Pembawa acara mengumumkan dengan
jelas.
“Selanjutnya, juara kedua jatuh pada
grup JB Art dari Jawa Barat.” Diringi teriakan penonton.
“Jawara kita malam ini adalah
Beautiful Dance dari Palembang.” Suara teriakan histeris dari penonton membuat
telinga terasa perih.
“Yang terakhir adalah juara harapan
satu jatuh pada Spenzas dari Sulawesi Selatan.”
Vita, Intan, Berlian, Reinhard dan
Soleh berteriak histeris mendengar nama grup mereka disebutkan. Walau tak mampu
meraih juara pertama mereka menganggap harapan satu adalah luar biasa karena
mampu mengalahkan puluhan peserta lainnya. Seluruh grup penari yang menjadi
juara dipersilahkan naik ke atas panggung menerima hasil kerja keras mereka.
Dengan penuh rasa bangga Spenzas berjalan menuju panggung.
“Para hadirin, ini adalah para
pemenang malam ini. Beri tepuk tangan untuk mereka. Semoga tetap jaya dalam
dunia kesenian.” Pembawa acara tersebut melanjutkan pengumumannya.
“Setelah pengumuman pemenang maka
akan diumumkan pula penari terbaik mala mini. Dan orang beruntung itu adalah,
adalah.” Mencoba membuat penasaran penonton. “Dia adalah Vita dari Spenzas
Sulawesi Selatan.” Kembali terdengar tepuk tangan yang sangat meriah dari para
penonton.
Vita merasa tak percaya dengan
pengumuman malam itu bahwa ia menjadi penari terbaik dalam Festival Tari
Nasional. Rasa haru menyelimutinya. Keempat sahabat, ayah dan ibunya memeluk
erat tubuh Vita malam itu. Tangis haru dan pelukan hangat menghiasi pertunjukan
malam itu. Vita menerima penghargaan itu dengan penuh rasa bangga dan haru.
Penantiannya selama sepuluh tahun telah terjawab. Segala usaha dan doanya berhasil.
Buah dari kesabarannya adalah mendapatkan yang terbaik. Kini dalam genggamannya
ada gerak yang indah, yakni gerak impian.
Tombang, Luwu. 14 Mei 2012
No comments:
Post a Comment