Pagi dengan sebuah kecerahan yang diberikan mentari menjadi hal
yang dapat menampakkan semangat hidup. Gairah estetis yang mengakar pada
jiwa-jiwa penasaran akan pengetahuan. Menatap lembar kehidupan menjadi sebuah
cerita yang indah dalam kancah kehidupan ini.
Rasanya saat sekarang aku merasa sedkit sedikit sedih karena ini
hari terakhir aku membagi ilmu secara formal bersama para tunas bangsa di
sebuah tempat untuk menuntut ilmu. Hal ini membuatku selalu semangat merangkai
setiap jati diri, membuka harapan untuk menuju keberhasilan. Wadah ini
menyimpan banyak benih yang bisa tumbuh sehat dan menjadi sempurna nantinya.
Tanpa memandang siapa dan apa latar belakang, mereka bersatu membentuk semangat
berdiri tegak mengahadapi sebentuk persoalan hidup sebagai proses masa remaja.
Sebagai sosok yang
membimbing para laskar pengetahuan ini, aku tidak pernah patah semangat
sekalipun sering menemui masa dimana aku dihadapkan pada sebuah kesulitan
membimbing mereka. Rasa pengabdianku yang tulus terlahir dari hasrat untuk
menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kokoh akan ilmu pengetahuan. Dari
semua jejak langkahku bersama mereka begitu banyak persoalan yang membuatku
harus berpikir keras melewatinya, namun dengan semangat bersama senyuman aku
mampu mengatasinya.
Ketika aku
memasuki sebuah kelas VIII di SMPN 2 Makassar dimana awalnya suasana kelas
begitu hening. Semua laskar pengetahuan dengan sigap siap menangkap apa yang
aku sampaikan kepada mereka. Terlihat wajah-wajah penuh pesona dengan tenang
menyaksikan tontonan menarik yang aku persembahkan hanya untuk mereka. Tidak
sedikit pertanyaan yang muncul dari ruang penasaran mereka dalam menuntut ilmu.
Sungguh terharu diriku menyaksikan pemandangan indah ini, ingin rasanya
bertahan disini namun itu tidak mungkin terjadi. Hati ini sudah terlanjur jatuh
cinta dengan pekerjaan membagi ilmu ini. Menjadi seorang yang benar-benar
sejati dalam membagikan ilmu yang dimiliki adalah cita-cita yang ingin aku
wujudkan dalam dunia pendidikanku.
Aku tidak bisa
membayangkan betapa hancurnya bangsa ini jika kelak para pembimbingnya hanya
mengejar materi tanpa peduli kesejahteraan yang dibimbingnya. Kejadian seperti
itu saat ini sudah banyak terjadi, dimana semua berlomba mencari materi untuk
memperkaya diri tanpa peduli sedikitpun terhadap laskar pengetahuan yang mereka
bimbing. Seperti inikah wajah pendidikan bangsa ini ? Hatiku selalu memikirkan
hal-hal tersebut sekalipun banyak yang menentangnya tapi aku tetap kokoh pada pendirianku
untuk menjadi benar-benar sejati. Aku selalu membekali para laskar
pengetahuanku tentang bagaimana caranya menyikapi hidup, melawan setiap
penindasan yang dilakukan penguasa terhadap rakyat kecil. Bukan untuk
melebih-lebihkan tapi itulah yang terpatri dalam hatiku untuk menyampaikan
kepada mereka.
Sedang asyik
membagi ilmu tiba-tiba aku dikagetkan dengan kedatangan segerombolan manusia
yang menampakkan wajah kebencian terhadapku. Semua jadi berubah saat aku
digiring degan tidak manusiawi oleh mereka yang mengaku mengayomi masyarakat.
“Apa yang terjadi pak, kenapa aku ditangkap ? Apa kesalahanku ?”
Jeritku membela diri.
“ Tidak usah banyak tanya, nanti dikantor kamu akan tahu semuanya.”
Jawab petugas dengan wajah garang.
“ Ini tidak benar Pak, menangkap tanpa memberi tahu kesalahan
seseorang.” Kataku lagi
“ Tidak usah banyak tanya.” Jawabnya.
Benar-benar diluar
dugaanku kejadian seperti ini, mulutku tak dapat mengeluarkan sepatah kata
untuk membela diriku yang dilemparkan gelombang permasalahan. Kepala sekolah
yang sedari tadi memamerkan wajah kebenciannya dihadapanku membuatku semakin
tidak mengerti arah permasalahan ini. Aku mencoba mengambil sikap dengan
mengeluarkan argumen bahwa ini tidak boleh terjadi dalam dunia hukum dimana
petugas menangkap seorang yang tidak tahu persis apa kesalahannya.
Ternyata jeritan
kataku itu dikabulkan, mereka mengatakan apa yang menyebabkan aku berada
ditempat yang penuh dengan kotoran orang-orang yang bersalah ini. Aku dituntut
Kepala Sekolah dengan tuduhan memberikan doktrin yang menyalahi aturan kepada
para laskar pengetahuan. Sejak berada dirumah pengetahuan tersebut semua
anak-anak jadi semakin nakal dengan tidak peduli lagi terhadap peraturan yang
diterapkan di sana. Parahnya lagi banyak anak yang terjebak dalam pergaulan
tidak benar. Semua itu dianggap akibat kesalahanku memberi pemahaman kepada
mereka.
Memang aku
mengajarkan tentang bagaimana caranya menyikapi peraturan yang terlalu
mengekang diri kita sendiri, melawan setiap penindasan yang dilakukan orang-orang
yang merasa menjadi penguasa. Aku tidak pernah merasa bersalah dalam hal ini,
bukan doktrin yang aku lemparkan kepada laskar pengetahuanku tapi alasan
menyikapi hidup dan kehidupan ini. Mendengar semuanya justru mereka mengatakan
aku terjerat undang-undang dan akan dihukum sesuai peraturan yang berlaku di
negara ini. Aku semakin tidak mengerti dengan dunia hukum yang seperti ini.
Beberapa saat
setelah diperiksa dan siap dikurung dalam jeruji besi yang penuh dengan cerita
dan derita tiba-tiba terjadi kegaduhan di luar sana. Sekelompok remaja yang
masih dalam tahap perkembangannya melakukan aksi yang sungguh di luar dugaan
semua mata yang menyaksikannya. Mereka datang dengan harapan murni sebuah
kebenaran, menatap langit dengan penuh keceriaan.
“Bebaskan guru kami, ia tidak bersalah.“ teriak salah seorang siswa yang menjadi
pemimpin dalam aksi tersebut.
“Semua tindakan yang kami lakukan di sekolah bukan karena ajaran
dari bapak guru tapi itu semua berdasarkan hati nurani kami, jadi jika bapak/ibu
ingin melempar kesalahan kepada kami silahkan. Kami semua yang hadir disini siap
mengisi ruang jeruji besi dengan ikhlas demi mematuhi hukum yang katanya adil
di Indonesia tercinta ini.”
“Kami hanya diajarkan tentang bagaimana menyikapi hidup dan kehidupan
dalam mengarungi samudera pengetahuan, hanya itu.”
Menyaksikan
keberanian dari laskar pengetahuanku membuat hatiku menjadi haru, mereka datang
dengan sebuah perjuangan yang memoles kebenaran. Tanpa mengurangi rasa hormat
aku meminta izin untuk bertemu dengan cahaya hatiku para laskar pengetahuan dengan
memberikan sedikit arahan. Akhirnya aku bisa bernapas lega dengan ucapan Kepala
Sekolah yang mencabut kembali tuntutannya tersebut. Laskar Pengetahuan telah
menorehkan tinta manis dalam hidup dan kehidupanku.
Makassar
4 Desember 2011
No comments:
Post a Comment