Labels

Sunday, February 1, 2015

CERITA INDAH BERSAMA LASKAR PENGETAHUAN


Pagi dengan sebuah kecerahan yang diberikan mentari menjadi hal yang dapat menampakkan semangat hidup. Gairah estetis yang mengakar pada jiwa-jiwa penasaran akan pengetahuan. Menatap lembar kehidupan menjadi sebuah cerita yang indah dalam kancah kehidupan ini.
Rasanya saat sekarang aku merasa sedkit sedikit sedih karena ini hari terakhir aku membagi ilmu secara formal bersama para tunas bangsa di sebuah tempat untuk menuntut ilmu. Hal ini membuatku selalu semangat merangkai setiap jati diri, membuka harapan untuk menuju keberhasilan. Wadah ini menyimpan banyak benih yang bisa tumbuh sehat dan menjadi sempurna nantinya. Tanpa memandang siapa dan apa latar belakang, mereka bersatu membentuk semangat berdiri tegak mengahadapi sebentuk persoalan hidup sebagai proses masa remaja.
            Sebagai sosok yang membimbing para laskar pengetahuan ini, aku tidak pernah patah semangat sekalipun sering menemui masa dimana aku dihadapkan pada sebuah kesulitan membimbing mereka. Rasa pengabdianku yang tulus terlahir dari hasrat untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kokoh akan ilmu pengetahuan. Dari semua jejak langkahku bersama mereka begitu banyak persoalan yang membuatku harus berpikir keras melewatinya, namun dengan semangat bersama senyuman aku mampu mengatasinya.
            Ketika aku memasuki sebuah kelas VIII di SMPN 2 Makassar dimana awalnya suasana kelas begitu hening. Semua laskar pengetahuan dengan sigap siap menangkap apa yang aku sampaikan kepada mereka. Terlihat wajah-wajah penuh pesona dengan tenang menyaksikan tontonan menarik yang aku persembahkan hanya untuk mereka. Tidak sedikit pertanyaan yang muncul dari ruang penasaran mereka dalam menuntut ilmu. Sungguh terharu diriku menyaksikan pemandangan indah ini, ingin rasanya bertahan disini namun itu tidak mungkin terjadi. Hati ini sudah terlanjur jatuh cinta dengan pekerjaan membagi ilmu ini. Menjadi seorang yang benar-benar sejati dalam membagikan ilmu yang dimiliki adalah cita-cita yang ingin aku wujudkan dalam dunia pendidikanku.
            Aku tidak bisa membayangkan betapa hancurnya bangsa ini jika kelak para pembimbingnya hanya mengejar materi tanpa peduli kesejahteraan yang dibimbingnya. Kejadian seperti itu saat ini sudah banyak terjadi, dimana semua berlomba mencari materi untuk memperkaya diri tanpa peduli sedikitpun terhadap laskar pengetahuan yang mereka bimbing. Seperti inikah wajah pendidikan bangsa ini ? Hatiku selalu memikirkan hal-hal tersebut sekalipun banyak yang menentangnya tapi aku tetap kokoh pada pendirianku untuk menjadi benar-benar sejati. Aku selalu membekali para laskar pengetahuanku tentang bagaimana caranya menyikapi hidup, melawan setiap penindasan yang dilakukan penguasa terhadap rakyat kecil. Bukan untuk melebih-lebihkan tapi itulah yang terpatri dalam hatiku untuk menyampaikan kepada mereka.
            Sedang asyik membagi ilmu tiba-tiba aku dikagetkan dengan kedatangan segerombolan manusia yang menampakkan wajah kebencian terhadapku. Semua jadi berubah saat aku digiring degan tidak manusiawi oleh mereka yang mengaku mengayomi masyarakat.
“Apa yang terjadi pak, kenapa aku ditangkap ? Apa kesalahanku ?” Jeritku membela diri.
“ Tidak usah banyak tanya, nanti dikantor kamu akan tahu semuanya.” Jawab petugas dengan wajah garang.
“ Ini tidak benar Pak, menangkap tanpa memberi tahu kesalahan seseorang.” Kataku lagi
“ Tidak usah banyak tanya.” Jawabnya.
            Benar-benar diluar dugaanku kejadian seperti ini, mulutku tak dapat mengeluarkan sepatah kata untuk membela diriku yang dilemparkan gelombang permasalahan. Kepala sekolah yang sedari tadi memamerkan wajah kebenciannya dihadapanku membuatku semakin tidak mengerti arah permasalahan ini. Aku mencoba mengambil sikap dengan mengeluarkan argumen bahwa ini tidak boleh terjadi dalam dunia hukum dimana petugas menangkap seorang yang tidak tahu persis apa kesalahannya.
            Ternyata jeritan kataku itu dikabulkan, mereka mengatakan apa yang menyebabkan aku berada ditempat yang penuh dengan kotoran orang-orang yang bersalah ini. Aku dituntut Kepala Sekolah dengan tuduhan memberikan doktrin yang menyalahi aturan kepada para laskar pengetahuan. Sejak berada dirumah pengetahuan tersebut semua anak-anak jadi semakin nakal dengan tidak peduli lagi terhadap peraturan yang diterapkan di sana. Parahnya lagi banyak anak yang terjebak dalam pergaulan tidak benar. Semua itu dianggap akibat kesalahanku memberi pemahaman kepada mereka.
            Memang aku mengajarkan tentang bagaimana caranya menyikapi peraturan yang terlalu mengekang diri kita sendiri, melawan setiap penindasan yang dilakukan orang-orang yang merasa menjadi penguasa. Aku tidak pernah merasa bersalah dalam hal ini, bukan doktrin yang aku lemparkan kepada laskar pengetahuanku tapi alasan menyikapi hidup dan kehidupan ini. Mendengar semuanya justru mereka mengatakan aku terjerat undang-undang dan akan dihukum sesuai peraturan yang berlaku di negara ini. Aku semakin tidak mengerti dengan dunia hukum yang seperti ini.
            Beberapa saat setelah diperiksa dan siap dikurung dalam jeruji besi yang penuh dengan cerita dan derita tiba-tiba terjadi kegaduhan di luar sana. Sekelompok remaja yang masih dalam tahap perkembangannya melakukan aksi yang sungguh di luar dugaan semua mata yang menyaksikannya. Mereka datang dengan harapan murni sebuah kebenaran, menatap langit dengan penuh keceriaan.

            “Bebaskan guru kami, ia tidak bersalah.“  teriak salah seorang siswa yang menjadi pemimpin dalam aksi tersebut.
“Semua tindakan yang kami lakukan di sekolah bukan karena ajaran dari bapak guru tapi itu semua berdasarkan hati nurani kami, jadi jika bapak/ibu ingin melempar kesalahan kepada kami silahkan. Kami semua yang hadir disini siap mengisi ruang jeruji besi dengan ikhlas demi mematuhi hukum yang katanya adil di Indonesia tercinta ini.”
“Kami hanya diajarkan tentang bagaimana menyikapi hidup dan kehidupan dalam mengarungi samudera pengetahuan, hanya itu.”
            Menyaksikan keberanian dari laskar pengetahuanku membuat hatiku menjadi haru, mereka datang dengan sebuah perjuangan yang memoles kebenaran. Tanpa mengurangi rasa hormat aku meminta izin untuk bertemu dengan cahaya hatiku para laskar pengetahuan dengan memberikan sedikit arahan. Akhirnya aku bisa bernapas lega dengan ucapan Kepala Sekolah yang mencabut kembali tuntutannya tersebut. Laskar Pengetahuan telah menorehkan tinta manis dalam hidup dan kehidupanku.

                                                                        Makassar 4 Desember 2011

No comments:

Post a Comment