Labels

Monday, September 21, 2015

MENYAPA SAHABAT

Sahabat,
Bukan surga bersatu dalam sama
Bukan pula emas berkalung ilalang

Benar kata tiada sakti
Membumbung tinggi menyapa
Salah bertumbuh senandung
Pedih memeluk nurani

Sahabat,
Menyapa dalam pilu
Ini jawaban parau dariku
Desain sunyi berbuah pagi
Maafkan aku



Irwandi Fahruddin
Palopo, 22,September 2015

Tuesday, September 8, 2015

SEMUA KARENA FACEBOOK


Hari ini begitu indah bagi dua orang sahabat bernama Faat dan Dini. Rasa gembira terlihat jelas dari setiap sudut auranya. Senyum bahagia lebih sering mereka perlihatkan dibanding hari sebelumnya. Itu semua karena mereka diberi kesempatan oleh kantor mereka untuk meliput manusia yang hidup di hutan yang sangat terpencil. Ini adalah awal dari pekerjaan jurnalistik yang baru saja mereka raih.
            Faat dan Dini menerima tawaran meliput di hutan karena mereka berhasil memenangkan sebuah lomba jurnalistik yang diselenggarakan salah satu grup jurnalistik. Facebook menjadi sarana untuk memperluas jangkauan lomba yang mereka laksanakan. Faat yang hanya mencoba-coba mengirim tulisannya ternyata beruntung. Naskah lama yang ia kirim berhasil menjadi juara pertama dalam lomba tersebut. Sebuah tulisan yang sudah hampir terbuang ternyata memiliki kualitas yang cukup untuk ukuran penilaian dewan juri. Sementara Dini berhasil menjadi pemenang kedua. Tulisannya begitu memukau dan mengalir dengan derasnya ketika dibaca. Sebagai bentuk penghargaan dalam lomba tersebut tiga orang pemenang diberi kesempatan untuk meliput dan membuat tulisan tentang kehidupan manusia yang sangat terpencil serta sulit dijangkau. Tawaran itu diterima dengan perasaan senang menggebu oleh ketiga pemenang tersebut.
            Menjelang keberangkatan mereka diberi bekal yang cukup matang. Mereka tidak berangkat bertiga tetapi ditemani oleh kru sebanyak lima orang. Sama seperti sebelumnya saat mereka berangkat persiapan matang menjadi senjata ampuh mereka. Seluruhnya harus teliti tanpa ada yang ketinggalan.
            Tepat pukul sembilan pagi mereka berangkat menuju tempat peliputan. Perjalanan panjang yang dilalui membuat rasa kagum tak henti-hentinya terucap dari mulut mereka. Panorama indah terlihat begitu jelas sehingga takjub tak terelakkan muncul dari jiwa mereka. Sawah yang indah, gunung dihiasi pepohonan, hamparan luas dunia adalah pesona yang diberikan Tuhan untuk manusia.
            Setelah menempuh perjalanan dua jam lebih mereka akhirnya sampai pada tempat yang dituju. Semua bergegas mengemas barang bawaan. Mobil diparkir dan mereka masih harus berjalan kaki selama satu jam untuk dapat mencapai titik yang mereka tuju. Rasa lelah menggerogoti tubuh mereka, namun semangat membawa kehangatan tersendiri sebagai pengobat rasa lelah.
            Perasaan gembira luar biasa mereka terjawab ketika sampai pada tempat yang dutuju yaitu sebuah kelompok manusia yang hidup sangat jauh dari kota. Sebuah kampung sederhana namun ramah menyambut kedatangan mereka. Rasa lelah terjawab, mereka siap melaksanakan tugas masing-masing. Ketiga jurnalis baru yaitu Faat, Dini dan Irwin saling berbagi tugas. Faat sebagai juru kamera, Dini sebagai reporter dan Irwin sebagai notulen. Suasana peliputan berjalan lancar selama tiga jam lebih. Mereka dibawa mengelilingi kampung  tersebut dan menemukan hal menarik di dalamnya. Sebuah suku yang sangat unik dan itu dimiliki hampir semua suku di Indonesia. Mereka menutup peliputan dengan acara perpisahan yang sengaja dibuat oleh kepala suku sebagai tanda terima kasih karena telah bersedia datang jauh dari kota guna mengunjungi kampung terpencil mereka. Setelah itu mereka pamit.
            Banyak cerita terlontar dari mulut mereka selama perjalanan pulang. Rasa lelah ternyata tak mau kalah, kali ini mereka menyerah dan memilih untuk istirahat sejenak mengumpulkan tenaga. Perjalanan masih panjang dan kekuatan harus tetap terjaga. Di sela istirahat permainan konyol mereka buat. Main petak umpet menjadi ajang menarik mengisi istirahat. Akhirnya mereka membagi kelompok kemudian bermain. Sebelum permainan dimulai semua dihimbau untuk tidak pergi bersembunyi terlalu jauh karena takut ada yang tersesat. Faat, Dini dan Irwin tergabung dalam satu kelompok melawan kelima kru yang lain. Irwin memutuskan membawa tasnya karena ia takut kalau saja ada yang iseng mencuri isi tas tersebut. Sama seperti Irwin, Dini juga membawa tas kesayangannya. Keceriaan mereka bertiga tak terkontrol, saat permainan dimulai Faat dan Irwin memilih bersembunyi bersama sementara Dini meilih jalannya sendiri.
            Permainan semakin menarik ketika Faat, Dini dan Irwin sulit ditemukan. Tentu mereka sangat pandai bersembunyi. Tapi kenyataan berkata lain, ketika mereka hendak kembali ke tempat semula tak ada petunjuk yang membawa mereka. Faat dan Irwin bingung mencari tempat mereka bermain. Ingatan mereka seolah hilang, semakin mereka berjalan yang ditemui hanya sebuah keasingan. Faat panik, begitu juga Irwin. Mereka berdua tersesat, bingung mencari jalan kembali ke tempat istirahat.
***
            Dini seperti berada di sebuah tempat yang sangat asing, dan itu memang yang terjadi pada dirinya saat ini. Ia kehilangan jejak, panik tak terkira ketika hendak kembali  tak juga menemukan jalan yang telah dilalui sebelumnya. Ia menangis, tentu tangisan ketakutan yang dihempaskan oleh rasa tak menentu. Ia mulai meraih handphone dari sakunya, ternyata handphone tak dibawanya. Terlalu gembira karena telah meraih apa yang diinginkan membuatnya lupa membawa sesuatu yang sangat berguna itu. Dini kehabisan akal, ia duduk sejenak berpikir apa yang seharusnya ia lakukan dalam kepanikan seperti ini.
***
            Faat dan Irwin juga sangat panik ketika handphone yang dibawa Irwin sudah kehabisan baterai. Sementara Faat tak membawa apa-apa, semua barang tersimpan erat dalam tas yang ditinggalkan di tempat berisitirahat tadi. Pikiran jernih mereka seolah ternoda, tak mampu lagi menapaki jalannya.
            Dini mulai berpikir jernih setelah mendapat ide luar biasa. Ia segera meraih tas kemudian membukanya. Sebuah laptop diraih dari dalam tas kemudian dinyalakan. Tak lupa ia mengambil modem yang selalu ia bawa bersama laptopnya. Beruntung di hutan itu sinyal masih terjangkau. Ia segera login ke akun facebook dan berhasil. Ia segera menghubungi kantor dan saat itu juga dikirim tim pencari untuk menyelamatkan mereka. Keberadaan Dini segera dilacak.
            Di tempat lain Faat dan Irwin tak mampu berbuat apa-apa. Otak mereka tak mampu berpikir jernih karena telah ternoda oleh rasa takut luar biasa. Rasa haus menjadi penyelamat mereka. Saat hendak mengambil botol berisi minuman dari dalam tasnya, Irwin melihat sebuah laptop yang seakan tersenyum padanya. Faat kemudian meraih laptop tersebut disertai dengan modem kemudian login ke facebook meminta pertolongan. Faat benar-benar kaget bercampur senang ketika ia melihat obrolan aktif terpampang nama Dini. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan mereka terus berkomunikasi. Tim pencari yang melacak keberadaan mereka juga aktif dalam ruang obrolan. Sampai pada akhirnya mereka bertiga berhasil ditemukan. Senang luar biasa terlihat dari wajah mereka bertiga. Pengalaman yang tak akan dilupakan sepanjang hidup mereka. Tersesat di tengah hutan dan tertolong oleh hadirnya facebook. Semua karena Facebook.

Makassar 27 Maret 2012

SELIMUT RASA TAKUT

“Jika ingin pacaran, hati-hatilah memilih lelaki karena di dunia ini semua lelaki sama saja.” Kata Nunung kepada Wiwik yang masih berpikir tentang caranya mengenal cinta.
            Wiwik, gadis cantik yang belum pernah merasakan indahnya cinta. Selama ini kesehariannya hanya sebatas mengurus keluarga dan dunia perkuliahan yang dijalani dengan serius. Kepolosan dalam dirinya begitu terlihat, ia memang gadis cantik dan cerdas namun status sebagai anak desa yang kurang mampu nyaris menutupi kelebihan pada dirinya. Membanggakan kedua orang tua dengan kerja keras adalah impiannya.
            Tak pernah sedikitpun ia berniat mengenal cinta. Nyaris tak ada lelaki yang mendekatinya karena di kampus ia hanya wanita biasa. Di mata lelaki, Wiwik hanya wanita yang kurang pergaulan, tidak mencerminkan wanita pujaan mereka. Meskipun memiliki kecerdasan tinggi ia masih saja terlihat biasa saja di mata teman-temannya. Ia hanya sosok wanita yang jauh dari kesempurnaan wanita pada umumnya dan tak ingin mengenal dunia percintaan karena hal itu dianggapnya akan mendatangkan kerugian pada dirinya, itu alasan mengapa ia tak ingin mengenal cinta.
            Sampai suatu saat segala bentuk penilaiannya terhadap cinta berubah ketika bertemu sosok lelaki sempurna di perpustakaan kampus. Kala itu ia sedang duduk nyaman di sebuah kursi perpustakaan membaca buku yang menjadi bacaan kesukaannya. Ia menyukai karya dari pengarang buku tersebut. Beberapa buku dengan pengarang yang sama menjadi bacaan menarik tiap kali menginjakkan kaki di perpustakaan kampus. Wajah lelaki itu muncul tepat di hadapannya. Ia menatap dalam pada lelaki itu. Peristiwa saling tatap terjadi beberapa saat sebelum keduanya tersadar. Lelaki itu segera menghampiri Wiwik yang dari tadi terlihat serius membaca buku kesukaannya.
            “Halo, serius amat baca bukunya. Oh ya nama kamu siapa?” tanya lelaki itu.
            “Wiwik.” Jawaban seadanya keluar dari mulutnya.
            “Bagus ya namanya. Sedang baca buku apa ?” Tanya lelaki itu untuk kedua kalinya.
            “Novel Aku Ingin Mengenal Cinta.” jawab Wiwik.
            “Namaku Fikar. Salam kenal ya.”
            Usai memperkenalkan diri Fikar melangkahkan kaki keluar dari perpustakaan. Wiwik merasa heran ketika nama itu mendarat di telinganya. Rasa tak percaya namun nyata. Ia mengumpulkan beberapa buku kesukaannya selama ini dan ia menemukan sebuah nama dalam buku itu. Nama yang baru saja ia dengarkan tak lain adalah pengarang buku tersebut. Semua terlihat nyata saat gambar wajah tampan dalam beberapa profil pengarang terpampang rapi di belakang beberapa buku kesukaannya. Ia tak menyangka bahwa yang ia temukan hari itu adalah pengarang favoritnya yang diam-diam ia kagumi. Dalam buku memang tidak tercantum profil tentang pendidikan Fikar. Darahnya seakan berhenti mengalir. Rasa gembira tak terkira ia rasakan walau hanya sekejap saja.
            Sejak kejadian di perpustakaan Wiwik semakin gencar mencari buku karya lelaki yang telah menghipnotisnya dan ia berhasil mengumpulkan puluhan buku dengan pengarang yang sama yaitu Fikar. Ia menceritakan pengalamannya kepada sahabat tercintanya.
            “Nunung, kemarin aku bertemu dengan pengarang novel aku ingin mengenal cinta.” Wiwik begitu semangat menceritakan peristiwa terindah dalam hidupnya.
            “Maksud kamu Fikar?” tanya Nunung.
            “Iya Fikar, wah tampan sekali dia. Aku semakin kagum kepadanya.”
            “Aku tidak percaya kalau Fikar ada disini. Kampus kita kan jauh dari kota, mana ada penulis terkenal mampir kesini.” Nunung masih belum yakin dengan ucapan sahabatnya itu.
            “Ya sudahlah kalau kamu tidak percaya, yang jelas aku dibuat melayang olehnya.”
            “Kamu jatuh cinta padanya Wik?”
            “Sepertinya.”
            “Katanya kamu tidak ingin mengenal cinta, hanya ingin konsentrasi menjalani pendidikan.”
            “Kali ini berbeda Nung, Fikar membuat aliran darahku seakan terhenti.
            “Hati-hati Wik, lelaki sekarang semuanya bejat. Jika marah mereka akan menyerang kita dengan fisik. Mengandalkan kelemahan wanita. Lihat wajahku Wik, aku habis dianiaya oleh pacarku hanya karena masalah sepele.” Nunung memperlihatkan luka di wajahnya akibat pemukulan yang dilakukan kekasihnya.
            “Aku tidak percaya kalau semua laki-laki itu sama kerasnya seperti pacarmu.”
            “Terserah kamu Wik, aku peringatkan satu hal. Kamu harus selektif dalam memilih kekasih karena jangan sampai kamu hanya dimanfaatkan kemudian setelah itu dibuang dengan luka hati dan fisik. Ya sudah aku pulang dulu, lukaku semakin parah.” Nunung mengakhiri percakapan kemudian melangkah pulang.
            Penjelasan Nunung membuatnya bingung. Ia mencoba menganalisa setiap perkataan yang dilontarkan sahabatnya itu. Rasa takut mendera pikiran murninya. Selama ini Nunung adalah tempat berbagi yang paling dipercayainya. Nunung tak pernah berbohong padanya, pernyataannya selalu benar. Tak ingin larut dalam ketakutan segera ia bertemu dengan sahabatnya itu untuk mencari kebenaran. Sesampainya disana ia mendengar semua penjelasan yang keluar dari mulut sahabatnya. Semua telah dimengerti namun ia ingin membuktikan perkataan sahabatnya itu.
            Wiwik mulai melupakan penulis itu. Ia mencoba tetap pada pendirian awalnya yaitu tak ingin mengenal cinta. Namun di sela harinya bermunculan beberapa lelaki yang menginginkannya. Beberapa lelaki telah berani mengatakan cinta untuk bisa menjadi kekaihnya, namun semua ia tolak dengan tegas. Perasaan takut akan kekerasan selalu datang ketika ada lelaki yang akan mendekatinya. Cerita Nunung tak hanya sampai di situ, kali ini ia menceritakan pengalaman teman sekelasnya yang baru saja dianiaya oleh kekasihnya. Akibat dari kekerasan itu tangannya patah dan harus dirawat di rumah sakit. Saat itu semakin banyak kekerasan yang dilakukan kaum lelaki terhadap kekasihnya semakin terlihat dan dekat di mata Wiwik. Semua nyata. Semua lelaki di dunia ini sama, mengandalkan kekuatannya sebagai bentuk penyelesaian masalah. Itu yang selalu muncul dalam benaknya ketika ada lelaki yang hendak mendekatinya untuk menjai kekasih. Ia menutup hatinya untuk hal itu meski terkadang merasa sedih karena beberapa lelaki yang telah menyatakan cinta juga ia sukai namun kenyataan yang ia saksikan membuatnya terkurung dalam ketakutan.
            Fikar kembali hadir dalam hari-harinya setelah sekian lama menghilang. Kembali ia bertemu dengannya di perpustakaan kampus. Fikar tak segan-segan meminta Wiwik untuk bercerita tentang apa yang telah dibaca dari buku karyanya. Obrolan keduanya menjadi hiasan perpustakaan kampus hari itu.
            Wiwik merasa nyaman dekat dengan Fikar. Kelembutan tutur kata diperlihatkan lelaki tampan itu. Hampir setiap hari mereka berdua menghabiskan waktu bersama di kampus. Tak jarang Fikar mengantarnya saat pulang dari kampus. Sampai pada saatnya benih cinta lahir dari hati Fikar. Ia kemudian menyatakan isi hatinya kepada Wiwik. Namun perasaan takut masih tersimpan erat dalam hati Wiwik. Ia menolak Fikar sama seperti beberapa lelaki sebelumnya. Fikar kecewa. Sejak itu tak terlihat lagi kebersamaan keduanya. Fikar menjauh.
            Penyesalan dalam diri Wiwik membuatnya bingung. Ia segera menemui Nunung untuk meminta saran atas apa yang telah ia alami. Namun pernyataan yang sama masih terucap dari mulut Nunung. Semua lelaki di dunia ini sama, mengandalkan kekuatannya sebagai bentuk penyelesaian masalah. Nunung tetap pada pendiriannya.
            Kali ini Wiwik mulai mencari tahu solusi agar segala ketakutannya itu sirna. Ia percaya bahwa Fikar bukanlah lelaki yang tega menyakiti wanita dengan kekerasan. Ia percaya Fikar adalah lelaki lembut. Ia mengumpulkan segala informasi ketika kebersamaannya dengan Fikar. Hasilnya ia berani mencoba menaklukkan semua ketakutan dalam dirinya. Segera ia menemui Fikar.
            “Fikar, aku berubah pikiran tentang perasaan cintaku padamu. Aku siap menjadi kekasihmu karena aku percaya kamulah yang terbaik untukku.”
            “Benarkah ? kamu tidak takut bila suatu saat nanti aku memukulmu, melukaimu karena pertengkaran hebat diantara kita?”
            “Tidak, aku percaya kamu akan selalu menjagaku dengan penuh kasih sayang. Meskipun sudah banyak kenyataan yang kusaksikan selama ini namun aku yakin tidak semua lelaki seperti itu.” Wiwik menjelaskan isi hatinya.
            “Baiklah Wik, aku siap jadi kekasihmu.”
            Keduanya menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan. Rasa takut telah pergi jauh meninggalkan jiwa Wiwik. Keyakinan hati membuat semua penghalang lenyap seketika.
            Beberapa bulan berlalu Wiwik dan Fikar menjalani harinya seperti biasa. Tak pernah ada kekerasan yang terjadi ketika mereka berselisih. Kedewasaan cintalah yang menguatkan mereka hingga akhirnya tali pernikahan mengikat keduanya.

Makassar, 3 April 2012

ROJES

Dua puluh tahun yang lalu menjadi saat tak terlupakan dalam hidup Rojes, kejadian itu mengguncang kehidupannya. Dirinya seperti berada dalam neraka dunia, tak ada yang dapat menolongnya. Ia merasa tak ada lagi gunanya hidup di dunia, seluruh kebahagiannya direnggut. Masalah yang dihadapinya bukan cuma satu, banyak masalah yang menimpanya saat itu. Rojes memang terkenal sebagai preman nomor satu di Tombang, namanya bahkan dikenal luas di hampir seluruh Kabupaten Luwu. Ia memiliki rekan yang sangat banyak disetiap daerah, orang-orang mengatakan bahwa Rojes tak ada tandingannya. Ia begitu disegani oleh masyarakat karena memiliki pribadi yang keras.
            Ujian hidup Rojes bermula saat ia ketahuan merampok bersama rekan sesama preman. Ia dikurung dalam sel penjara hanya tiga bulan dengan alasan kelakuan baik. Rojes menghirup udara bebas dengan hati riang tak terhingga, pulang ke rumah dengan senandung nada lembut. Ia disambut seluruh anggota keluarganya, hari itu juga keluarga Rojes mengadakan syukuran atas bebasnya ia dari penjara.
            Keesokan harinya, ketika Rojes sedang berada di pasar bersama teman sesama prema  tanpa ia duga beberapa orang tiba-tiba memukulinya. Terjadi perkelahian sengit antara dua kelompok preman. Sedang asyik beradu emosi aparat keamanan mencoba menghentikan mereka, namun semua yang terlibat berhasil melarikan diri. Rojes mencari tempat yang aman untuk meloloskan diri namun ternyata dihadapannya sudah banyak aparat keamanan yang bersenjata lengkap, ia tertangkap.
            Rojes kembali mengecap pahitnya rumah tahanan untuk kedua kalinya. Hanya sehari ia menghirup udara bebas kemudian tertangkap lagi. Seluruh keluarganya merasa kecewa dan sedih dengan tingkah lakunya. Selama di penjara kali ini Rojes diberi keringanan berupa tempat khusus narapidana yang memiliki kelakuan baik. Ia merasa heran kenapa ada yang seperti itu dalam penjara padahal semua tahanan dipandang sama olehnya. Saat itu Rojes hanya sebulan merasakan kehidupan di penjara.
            Kembali Rojes menghirup udara bebas setelah beberapa kali mengulang kesalahannya. Kali ini ia dituntut oleh keluarganya untuk menghilangkan segala bentuk kejahatan yang melekat dalam dirinya, namun tetap ia tak peduli dengan ocehan keluarganya. Rojes memutar pikirannya saat itu dan akhirnya ia mau mencoba menjadi orang baik.  Ia sempat terlihat sedang shalat di masjid, orang yang melihatnya merasa heran dan menyebar cerita tentang dirinya. Mendengar hal tersebut ia merasa dipojokkan dalam masyarakat. Ia merasa risih dengan ocehan orang lain terhadap dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak ke mesjid lagi, ia lebih memilih shalat di rumah. Hari-hari Rojes dilewati dengan berbuat baik, tak ada lagi kejahatan menghiasi hidupnya. Ia menjadi lebih baik.
            Suatu hari Rojes sedang membeli sesuatu di pasar, pasar tersebut adalah tempat nongkrongnya ketika masih menjadi preman. Ketika ia sedang mencari alat shalat tiba-tiba seorang teman yang masih menjadi preman menyapanya.
            “Bagaimana kabarta’ sekarang bos ? kenapa lama baru muncul ?” sapa salah seorang temannya.
            “Alhamdulillah baikji saudaraku, sekarang saya sudah berubah. Tidak adami kejahatan dalam diriku.”
            “Syukurlah bos, pertahankanki’ nah.”
            “Iye, Insya Allah.”
            Beberapa saat setelah percakapan tersebut Rojes terjatuh akibat terkena pukulan sangat keras dari seseorang. Orang yang sama ketika terjadi perkelahian dua bulan lalu yang menyebabkan dirinya masuk penjara. Naluri bela diri kembali muncul dalam diri Rojes ketika ia hendak ditusuk oleh musuhnya itu. Perkelahian tak terhindarkan lagi, dua kelompok saling serang. Melihat aksi tersebut aparat keamanan turun untuk mengamankan mereka. Kali ini semua tertangkap. Kembali Rojes menghirup udara penjara yang sangat dibencinya. Selama di dalam tahanan Rojes tak pernah lagi beribadah. Ia merasa tak percaya lagi dengan kebaikan karena menurutnya beribadah atau tidak sama saja. Beribadah masuk penjara, tak beribadah masuk penjara juga jadi ia lebih memilih untuk kembali seperti dulu lagi.
            Dua bulan kemudian ia kembali menghirup udara bebas. Keluarganya sudah tak peduli lagi dengannya karena dianggap ia sudah keterlaluan. Tiap hari ia mabuk, berjudi dan bentuk maksiat yang lain. Dirinya kembali seperti dulu lagi. Suatu ketika ia diperintah oleh ayahnya untuk shalat di masjid karena dianggap sangat banyak dosa yang telah diperbuatnya selama ini. Rojes dan ayahnya beradu mulut saat itu, luapan emosi terlihat dari keduanya. Akhirnya dengan emosi ia pergi dari rumah. Ia memutuskan untuk mabuk karena merasa tertekan oleh kemauan ayahnya.
            Menjelang pukul lima subuh Rojes pergi ke masjid yang saat itu sudah terdengar lantunan ayat suci Al Qur’an. Ia kemudian masuk ke masjid dan segera meraih microphone kemudian dengan semangatnya ia adzan. Pak Wisnu yang saat itu bertindak sebagai imam desa kaget melihat kehadiran Rojes di masjid, bahkan ia berani untuk adzan. Ternyata Rojes mengenakan pakaian pendek, tak layak dikenakan untuki beribadah. Pak Wisnu juga mencium bau minuman keras dari mulut Rojes, ia dalam keadaan mabuk. Melihat hal tersebut Pak Wisnu merasa Rojes telah mengotori Islam dengan masuk masjid dalam keadaan mabuk, adzan pula. Saat Pak Wisnu menegurnya, ia marah besar. Kalimat makian terlontar dari mulutnya ditujukan kepada Pak Imran. Mereka berdua terlibat pertengkaran hebat, Rojes segera mengambil pisau kemudian menusuk tubuh Pak Wisnu. Saat itu juga Pak Wisnu tewas di tempat. Rojes menjadi orang yang dicari-cari di Desa Tombang, seluruh keluarga Pak Wisnu merasa dendam kepadanya karena ia melarikan diri setelah melakukan aksi pembunuhan.
            Rojes melarikan diri malam itu juga, ia langsung menghubungi salah seorang temannya yang berada di Malaysia. Ia berhasil keluar dari Indonesia dengan aman. Selama di Malaysia ia menjalani kehidupannya dengan berbuat baik karena ia merasa dirinya sudah sangat kotor. Rojes bertaubat dan menjadi pengurus masjid di desa tempat ia tinggal. Hampir tak ada masalah menyerang hidupnya, ia menjadi lebih tenang melangkahi detik demi detik waktunya. Dalam usianya yang sudah tua ia memutuskan kembali ke kampung halaman untuk bertemu mengobati rindu dengan keluarga tercinta.
            Malam gelap dan sunyi menjadi saksi kembalinya Rojes ke kampung halaman, saat berada di pintu rumah seluruh keluarga yang melihatnya merasa heran dan juga sangat senang karena ia sudah kembali setelah dua puluh tahun tak pernah mengirim kabar. Peluk cium diterima tanda rasa syukur keluarganya. Ia kembali dalam keadaan sehat, kini ia benar-benar menjelma menjadi orang baik.
            Keesokan harinya, Rojes dijemput sebuah mobil aparat keamanan. Ia menyerahkan diri demi menebus dosa yang pernah dibuatnya,  ia kembali menjalani kehidupannya di dalam penjara.       

Makassar 26 Februari 2012

LANGKAH YANG TERHENTI

Hentakan kaki dari juru pecinta
Genggaman erat cita dalam naungan warasnya
Tersenyum kepada langit mendung
Merakit bom untuk menghancurkan dinding ketersiksaan

Dalam ragam perisai semangat
Tetap berdiri jadi pegangan hati
Roboh dalam perjuangan sangat dibenci

Saat diri tak lagi bersandar pada kesanggupan
Langkah menjadi terhenti

Kaki tak mampu mengangkat beban berat yang dipikulnya

Sungguh sebuah langkah yang terhenti

JATUH CINTA

Sinar matamu menerangi hatiku
Lembut lakumu memecah hampa
Senyummu menggetarkan jiwa
Diriku terpaku seakan melayang

Gejolak cinta di hati ini
Membuat hati seakan berdesir
Merana diujung gelisah
Membuatku jatuh cinta padamu
Akan ku bawa kau kelangit biru
Memetik bintang hanya berdua
Mengucapkan kata cinta
Yang tulus dari hati

Palopo, Tahun 2002

DOA

Tuhan, aku hanyalah sebutir pasir
Kuasa-Mu seluas langit dan bumi
Kasih-Mu selembut yang paling lembut

Hamba ini mengharap ridho dari-Mu
Untuk selalu menjadi manusia yang taat

Tuhan, ampuni aku yang dilumuri banyak dosa
Bersihkanlah jiwa penuh noda ini
Jauhkanlah aku dari siksa-Mu
Masukkanlah aku ke dalam surga-Mu

Palopo, 28 Juli 2012

Sunday, September 6, 2015

SATPAM BEST SELLER

Membaca telah buatku mengerti akan pentingnya ilmu pengetahuan. Rasa ingin tahu begitu dalam menyerang jiwaku. Buku tak luput dari genggamanku setiap hari. Orang lain mengatakan bahwa aku sangat terlambat dalam belajar. Di samping usiaku yang sudah menginjak angka 40, pekerjaanku sebagai satpam membuat orang lain ragu akan diriku. Aku sangat menikmati bekerja sebagai satpam. 30 tahun yang lalu aku berhasil mendapat sebuah pekerjaan yang menurutku sangat menyenangkan yakni menjadi satpam. Aku berjanji pada diriku bahwa aku akan terus bekerja sebagai satpam selama hidup.  
            Aku menyadari bahwa memang pekerjaanku sebagai satpam tidak menuntut untuk belajar, ditambah hobi membaca yang katanya hanya untuk kalangan terpelajar. Banyak dari mereka yang mengenalku memberi saran agar aku tidak usah bersusah-payah menganalisa setiap kata dan kalimat dalam buku yang kubaca. Bahkan istriku sendiri mengalamatkan rasa pesimis terhadapku. Semua itu tak kupeduli, aku akan terus belajar dan tak ada kata terlambat. Menjadi pembaca buku yang baik telah mengajariku untuk lebih bijaksana menyikapi hidup ini. Sesuatu yang selama ini aku anggap remeh ternyata memberi manfaat luar biasa. Entah mengapa di negeri yang kekurangan orang cerdas ini menganggap remeh hobi membaca, sementara buku dikatakan sebagai jendela dunia.
            Waktuku lebih banyak kuluangkan menghadapi buku-buku apa saja yang menurutku bagus untuk dibaca. Kadang menjadi satpam itu sangat membosankan. Duduk dari pagi hingga siang di sebuah pos yang letaknya tepat di dekat pintu gerbang sekolah. Dan jika ada siswa yang melanggar, aku orang pertama yang mengeksekusi siswa tersebut. Tenaga terkuras, pikiran dilanda emosi karena tak jarang para siswa melakukan hal di luar sopan santun sebagai anak. Saat semua siswa belajar di kelas, aku hanya duduk di pos sambil baca buku. Seperti itulah rutinitasku setiap hari di sekolah.
            Di rumah, aku melakukan pekerjaan yang bagiku sangat menantang. Teman-teman satpam yang lain kebanyakan dari mereka bekerja di kebun atau bekerja sebagai tukang ojek usai melaksanakan tugas di sekolah. Aku tidak melakukan hal yang sama. Kata mereka aku keluar dari jalur yang mustahil untuk aku raih. Berkat kerja keras dan doa, aku berhasil meraih apa yang kuinginkan. Tentu dalam prosesnya aku selalu menghadapi rintangan yang tak mudah. Sekarang, impianku telah kugapai dan akan terus kupertahankan apa yang telah kuraih.
***
            Aku mengenal buku dari salah seorang tetangga. Namanya Ardi. Ia bekerja sebagai wartawan media cetak di kotaku. Awalnya aku tidak tertarik dengan dunia jurnalistik. Namun caranya menyampaikan berbagai persoalan yang terjadi di sekitar membuatku penasaran. Setiap malam kami berdiskusi tentang berbagai peristiwa yang berhasil ia liput. Dari diskusi itu, ia memberiku sebuah buku yang berisi artikel-artikel menarik dari penulis Indonesia. Buku itu menyajikan berbagai persoalan yang melilit bangsa ini, berbagai solusi juga dipaparkan dalam buku tersebut. Inspiratif. Sejak saat itu aku menjadi giat membaca, aku berlangganan koran untuk menambah wawasanku. Merasa membaca masih kurang memuaskan, aku mencoba menulis. Ardi menyambut baik rencanaku, ia bersedia meminjamkan laptopnya untukku. Setiap malam aku dan Ardi  selalu mendiskusikan berbagai permasalahan kemudian kami menulisnya dalam bentuk artikel. Semua tulisanku tersimpan rapi dalam laptop Ardi.
            Hingga suatu hari saat hendak berangkat ke sekolah aku mengambil koran lalu membacanya, aku tersentak saat membaca kolom opini. Tulisan itu membahas tentang dunia pendidikan Indonesia yang masih dalam tahap memprihatinkan. Sebuah tulisan sederhana yang ditulis oleh seseorang yang pendidikannya hanya sampai SMP. Tak pernah merasakan indahnya bangku SMA. Selain nama, foto penulis juga terpampang jelas dan di bawah nama penulis tertulis pekerjaannya”SATPAM SMPN 1 CERIA.”
***
            Sejak pertama kali tulisanku dimuat di koran lokal, aku semakin semangat menulis artikel. Dan kerja kerasku terbayar dengan dimuatnya tulisanku setiap edisi akhir pekan. Dari hasil menulis ditambah gaji sebagai satpam aku membeli sebuah laptop. Hal ini untuk menunjang pekerjaanku sebagai penulis. Masyarakat yang mengetahui identitasku sering datang untuk sekadar bertanya bagaimana bisa seorang satpam jadi penulis. Aku menjawab dengan mantap bahwa semua itu berkat kerja keras dan doa. Tentu dengan cara mencintai apa yang dikerjakan. Seiring waktu berjalan, tulisanku semakin banyak. Aku semakin berani melakukan kritik terhadap persoalan bangsa ini.
            Keberanianku berujung di penjara. Aku dijebloskan ke penjara karena mengungkap sebuah kasus korupsi di sekolah tempatku bekerja. Ternyata pihak sekolah lebih cerdik dariku. Semua bukti-bukti disembunyikan sehingga mereka selamat dari jerat hukum. Sementara tulisanku dianggap mencemarkan nama baik maka aku diseret ke penjara. Selain itu aku juga dipecat sebagai satpam di SMPN 1 Ceria. Kudengar kabar saat istriku menjenguk, kepala sekolah telah menulis tentang diriku. Ia memfitnahku lewat tulisannya, celakanya tulisan tersebut meski tak layak dimuat tapi tetap saja koran lokal menyediakan tempat bagi tulisan kepala sekolah itu.
            Awal masuk penjara, aku berhenti menulis. Walaupun diperkenankan untuk menulis tapi aku menolak dengan alasan tak punya ide. Namun saat hatiku berontak, jiwaku hancur aku bersedia menulis. Pihak penjara menyediakan komputer di ruangan khusus sebagai tempatku berkarya. Atas tulisan kepala sekolah itu, hukumanku bertambah. Sebelumnya aku dijatuhi vonis empat bulan kurungan. Ternyata kepala sekolah terus mencari cara agar aku tetap berada di tempat para orang bersalah ini. Dengan bukti palsu, kepala sekolah SMPN 1 Ceria berhasil menambah hukumanku dengan tuntutannya. Aku tak berdaya, ia menyewa pengacara hebat dan berani sehingga hukumanku dari empat bulan berubah jadi empat tahun. Keluargaku sedih, kami tak bisa berbuat apa-apa melawan keganasan para manusia kaya dan serakah.
            Empat bulan pertama di penjara, aku berhasil menulis puluhan artikel. Pihak rumah tahanan menyarankan agar aku menerbitkan karyaku itu. Aku setuju. Pihak rumah tahanan yang mengirim naskahku ke penerbit. Hasilnya, naskahku ditolak setelah tiga bulan lamanya menunggu konfirmasi. Selama menunggu itu pula aku terus menulis dan menulis. Berkali-kali pihak rumah tahanan mengirim naskahku ke penerbit tapi tetap saja tidak ada hasil. Semua ditolak. Selama setahun di penjara, aku menghasilkan ratusan artikel. Semua tersimpan rapi dalam komputer. Ratusan artikel itu ternyata belum mampu menjadi sebuah buku.
***
            Memasuki tahun kedua, kemampuan menulisku semakin baik. Dalam waktu seminggu aku berhasil menyelesaikan puluhan artikel dengan berbagai tema. Semangatku untuk terus berkarya semakin berkobar. Tapi tetap saja tulisanku ditolak penerbit. Aku bingung, sudah ratusan artikel yang kutulis tak ada satupun penerbit yang mau menjadikannya buku. Hingga suatu hari Ardi mengunjungiku.
            “Tulisanmu sudah kubaca semua lewat flashdisk yang dibawa istrimu. Semua tulisanmu itu sangat bagus menurutku. Tapi penerbit sekarang lebih cenderung menerima karya yang inspiratif. Dari dulu hingga sekarang tulisanmu semua bersifat mengkritik. Kuakui itu memang baik guna sebagai pembelajaran tapi selera masyarakat saat ini berbeda. Karena sejak dahulu kamu hanya terpaku menulis artikel, cobalah untuk pindah ke jalur baru yang menurutku sangat menyenangkan.” Kata Ardi saat bertemu denganku dan menyerahkan tiga buah novel karya Andrea Hirata.
Tetralogi Laskar Pelangi menjadi bacaanku sejak itu. Motivasiku melejit, jiwaku kembali terang benderang. Buku itu membimbingku untuk memahami sebuah kehidupan dengan bercita-cita setinggi langit. Aku mencoba mencari ide untuk menulis sebuah novel. Butuh waktu dua bulan menulis novel pertamaku itu kemudian pihak rumah tahanan tak lelah mengirim karyaku ke penerbit. Hukumanku masih dua bulan lagi. Aku telah menikmati hari-hariku di penjara, membaca dan menulis menjadi rutinitasku. Pihak rumah tahanan sangat baik dengan menyediakan fasilitas bagi narapidana untuk belajar dan berkarya.
Kegiatan pagi di penjara yaitu membersihkan lokasi tahanan kemudian sarapan. Saat sedang sarapan aku mendapat kabar dari pihak penjara tentang nasib tulisanku yang dikirim dua bulan lalu. Novel tentang kehidupan pendidikan anak negeri yang kutulis dengan tinta cintaku berhasil menggugah hati penerbit. Tulisanku diterima. Sungguh, hari ini sangat menyenangkan buatku. Mimpi yang telah lama kurangkai kini terwujud. Meski berada di tempat para orang bersalah, aku berhasil mewujudkannya.
***
Hatiku tak kuasa menahan kesedihan kala berjalan keluar dari penjara. Empat tahun menjalani hukuman membuatku sedih, hukuman yang tak seharusnya kuterima. Fitnah, ya fitnah. Empat tahun lalu seseorang telah merusak hidupku. Aku telah memaafkan penjahat itu, meski dia tak pernah sekalipun hadir menjengukku. Empat tahun aku berkarya tanpa henti, suka duka bersama penghuni tahanan lain dan juga petugas yang baik hati. Jiwaku telah menyatu dengan tempat dan orang-orang yang berada di dalamnya. Sungguh, aku sedih bercampur bahagia meninggalkan tempat ini. Kini, aku benar-benar bebas.
Aku mengucapkan salam perpisahan kepada kawan dan petugas di penjara. Hukumanku sudah selesai. Aku akan memulai hidup baru di luar penjara. Air mata tak mampu kutahan ketika tanganku menjabat beberapa petugas yang baik hati telah memberikan kesempatan bagiku untuk berkarya. Mereka pahlawan bagiku. Penjara, kini tinggal kenangan bagiku dan aku berdoa semoga aku tidak kembali ke tempat orang-orang bersalah ini dengan persoalan hukum.
Di rumah, keluarga dan tetangga ternyata telah menunggu. Istriku mengadakan acara syukuran atas bebasnya diriku yang sebenarnya tidak bersalah ini. Sampai di rumah aku diserbu banyak pertanyaan oleh tetangga yang penasaran dengan kejadian sebenarnya yang menimpaku. Panjang lebar aku menceritakan semua yang kualami menjelang masuk penjara hingga bebas. Rasanya, hari yang menyenangkan menyambutku dengan senyum merekah.
Keesokan pagi aku menerima kabar yang semakin membuat hati dan jiwaku berbunga-bunga. Editor penerbit yang telah menerbitkan novel karyaku datang ke rumah dengan wajah berseri-seri. Editor tersebut mengungkapkan bahwa novelku sejak awal diterbitkan hingga saat ini masih banyak yang berminat. Bahkan penerbit telah mencetak ulang karena cetakan pertama telah habis terjual. Mengagumkan. Rasanya aku tak percaya dengan apa yang diucapkan editor itu, karyaku habis terjual dan akan dicetak ulang. Itu berarti seluruh Indonesia menyukai novel yang kubuat dengan penuh cinta itu. Alhamdulillah.
***
Novel karyaku berhasil menembus angka penjualan yang cukup tinggi. Novel inspiratif yang menjadi buah bibir para pecinta sastra dan seni. Karyaku jadi best seller. Digemari berbagai kalangan. Bahkan dalam waktu dekat ini novelku akan jadi sebuah film. Dan aku dijuluki sebagai Satpam best seller. Kerja keras, semangat, tekun, tak kenal lelah  dan pantang menyerah menjadi modal utamaku dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Irwandi Fahruddin
Palopo, 29 Oktober 2013

PRAHARA KM 35

Langit kelam semakin tampak
Ku lihat wajah dingin alam sekitar
Begitu indah dipandang mata

Hujan tak mau kalah
Menyiram seluruh isi dunia dengan penuh emosi
Sebuah anugerah dikala senyap menghampiri

Tak lama alam menyemburkan kemarahannya
Semua berubah

Dengan langkah ketakutan
Aku menerjang gemuruh yang ada
Ku lihat alam tak mau lagi bersahabat
Hancur semuanya, Hancur lebur tak terhingga

Ku dengar tangis mencekam dari ufuk timur
Ingin rasanya menyelamatkan dunia
Tapi apa daya semua kehendak Tuhan

KM 35 tak terlihat lagi senyum indahnya
Mencekam adalah suasana hatinya

Teriris peih tak tertahankan

Irwandi Fahruddin

CERITA DI BALIK DERITA

Dalam sepi termenung aku menatap beribu kenyataan hidup
Menyatu dalam khasanah semu
Meneteskan air mata kesedihan
Banyak jiwa merana ku saksikan
Merangkul beban terperih

Wahai para penguasa,
Tengoklah sedikit curahan hati yang teriris
Mengharap sepenggal semangat agar tak putus asa

Wahai para penguasa
Lihatlah betapa merindunya mereka
Jiwa yang lapar dan haus akan kejujuran rasa

Saat senja berlalu mengganti sebuah kesedihan
Harapan tetaplah jadi harapan
Menggoreskan sedikit senyuman
Dalam langkah penuh kesengsaraan

Cerita dibalik derita mencerminkan kesedihan membara
Melukis bayang senja terpelihara

Cerita di balik derita

Akankah merasuk ke dalam nadi para pencerah?

Irwandi Fahruddin

BUTIR-BUTIR NESTAPA

Peluru melesat tanpa kenal lelah
Menyerbu luapan emosi berdarah
Tumpukan kematian jadi cerita
Jilatan takdir semakin beringas

Mentari entah kemana
Yang terlihat hanya letusan yang memecah kesunyian
Ribuan manusia beradu satu
Menyeru untuk maju

Perjuangan menjadi benteng semangat
Saat nyawa tak mampu bertahan
Hanya duka membalut luka
Dalam habis sambil berkata

Kita belum kalah

                                                                                               Irwandi Fahruddin

DUDUK DI ATAS BARA API

Temanku, ku lihat wajahmu penuh debu gelisah
Hatimu memberontak nurani
Perahu layarmu tenggelam di laut merana

Untuk apa lagi kau tanam buah berduri
Menusuk setiap desah nafasmu
Memberimu senyum terluka
Hadiah untuk air mata
Bagaikan lautan yang menari

Janganlah duduk di kursi amarah
Kobaran api menyalakan semangatnya
Merantai jiwa yang putih

Janganlah duduk di atas bara api
Panasnya dunia menyiksa hidup

Sirami jiwa dengan kesejukan murni
Padamkan kobaran dengan laut suci


                                  Irwandi Fahruddin  
Makassar, 5 Juli 2011

DIA YANG BARU

Bahagia yang selama ini kunanti akhirnya datang juga. Peristiwa kelam masa lalu kini menjauh. Pesona baru merasuk ke dalam sukmaku. Semua indah, sangat indah. Kini, aku bisa merajut kembali impianku.
            Aku mengenalnya dengan cara yang sangat biasa. Kala itu hatiku dirundung pilu, tak ada lagi yang mampu kulakukan selain menceritakan masalahku kepada orang yang kuanggap dekat denganku. Aku sudah sepuluh bulan hidup dalam kesedihan luar biasa. Desember kelabu masih saja menghantuiku. Kekasih yang kuanggap paling setia itu ternyata mengkhianatiku. Dan yang paling menyedihkan lagi aku berada dalam perangkap kesedihan selama sepuluh bulan. Pengemis cinta, begitu kata yang keluar dari mulut orang-orang terdekatku. Pikiranku selalu terganggu, perasaanku selalu terluka olehnya.
`           Merasa lelah dengan kesedihan itu, aku mencoba untuk keluar dari ruang kegalauan yang sangat parah itu. Tepatnya hari jumat saat aku dan teman-teman sedang asyik berkumpul di dekat pintu gerbang kampus. Karena merasa tertekan, dengan iseng aku bertanya pada salah seorang temanku yang beragama Kristen. Aku sendiri beragam Islam.
            “Lia, apakah kamu punya teman yang jomblo dan cantik?” tanyaku.
            “Emangnya kenapa?”
            “Aku sudah nggak tahan dengan sikap mantanku itu. Aku makin tersiksa dibuatnya. Agama kristen juga nggak masalah kok, yang penting galauku ini bisa segera lenyap.”
            “Hehehe sabar ya Kak. Hmmm, aku sih punya teman KKN. Orangnya lumayan manis dan pastinya jomblo.”
            “Agama kristen?”
            “Bukan, dia orang islam kok. Aku nggak mau kakak pacaran dengan orang yang berbeda keyakinan, bisa ribet nantinya. Jadi mending kakak cari yang seagama.”
            “Oh iya, ngomong-ngomong namanya siapa ya? Boleh nggak aku minta nomor handphone-nya?”
            “Boleh. Namanya Diana. Kuliah di fakultas sebelah. Jadi kita tetanggaan sama dia, deket banget.” Senyum manis mengembang dari wajah cantik Lia.
            “Makasih banyak ya Lia.”
            ‘Sama-sama Kak.”
            Hari itu aku belum berniat menghubungi orang yang akan dikenalkan Lia padaku. Bayangan sang mantan masih terus menghantui. Rasa cintaku padanya masih sangat besar. Berkali-kali aku dilanda kerinduan mendalam pada mantanku itu dan berkali-kali pula sakit hati menderaku. Menyedihkan.
            Masih belum puas kumpul di fakultas sendiri, kami memutuskan pergi ke kampus satu alias kampus utama tempat kantor rektor berada. Kebetulan salah seorang temanku memiliki kamera mahal jadi kami mengabadikan moment tersebut dengan berbagai gaya tentunya. Puas berpose di halaman kampus, kami kemudian masuk ke salah satu ruang penelitian. Di ruang penelitian tersebut kami yang berjumlah sekitar 20 orang bercerita panjang lebar. Bercanda dan tertawa bersama. Sedihku mulai terkikis saat itu. Hal yang paling membuatklu senang adalah ketika kami sedang asyik bercerita di ruang penelitian, tiba-tiba Diana lewat dengan membawa laporan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Sontak Lia berteriak memanggilnya. Namun, Diana harus ke lantai atas untuk menyerahkan laporan tersebut.
            Diana kemudian turun dan langsung ditarik oleh Lia untuk bertemu denganku. Aku yang sedang asyik ngobrol tersentak melihat sosok dihadapanku. Dia kemudian mengulurkan tangannya dan menyebut namanya.
            “Diana.’ Katanya diringi senyuman.
            “Aku Anto.” Jawabku.
            Saat itu juga aku langsung jatuh hati padanya. Sungguh ia wanita yang manis. Pertemuan pertama yang memberi kesan padaku. Perlahan aku sudah mulai bisa membuka hatiku pada wanita lain. Tak ada kamus sedih lagi, keindahan mulai mendekatiku. Aku bersyukur.
            Aku yakin bahwa dialah orang yang tepat untukku. Walaupun baru sebatas kenalan aku optimis bahwa dia bisa jadi kekasihku. Kekasih baru tepatnya. Pulang dari kampus aku mencoba menghubunginya lewat sms. Rasa senang menyergapku, tapi hanya sesaat. Dua kali aku mengirim pesan padanya ia kemudian pamit dengan alasan sedang sibuk. Sms pun berakhir. Keesokan harinya juga sama. Nyaris tak ada hal spsesial yang kurasakan ketika smsan dengannya. Tapi aku bukanlah tipe orang yang cepat menyerah. Dengan tekad yang kuat aku terus berusaha menghubunginya dan tentunya berusaha mencuri hatinya.
            Seiring berjalannya waktu, dia sudah mulai membuka diri. Aku merasa senang kala ia membalas sms yang kukirimkan. Tak jarang kami membicarakan tentang kisah cinta yang kelam, tentang mantan kekasih masing-masing. Dan kebetulan peristiwa masa lalu kami hampir sama. Hingga suatu hari ia mengajakku ke rumahnya sekedar bertemu untuk kedua kalinya. Aku senang bukan main. Lia juga akan datang ke rumahnya karena sekalian dengan acara makan malam. Katanya ia akan memasak sendiri, spesial buatku.
            Malam harinya aku tak melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya. Aku juga tak perlu menempuh jarak yang jauh karena rumah kami masih bisa dikatakan dekat. Hanya butuh waktu lima menit untuk bisa sampai ke rumahnya. Malam itu aku berangkat bersama Lia dan kekasihnya yang kebetulan seorang teman dekatku juga. Kami bertiga disuguhkan makanan saat tiba di rumah Diana. Malam yang menyenangkan bagiku karena pertama kalinya kami bisa bercerita secara langsung, bukan lagi lewat sms atau telpon. Kami lumayan lama bercerita tentang apa saja yang menurutku layak untuk dibahas. Hatiku mengatakan bahwa dialah orang yang benar-benar pas dihatiku. Sungguh.
            Pertemuan demi pertemuan kami lakukan. Aku dan Diana mulai dekat. Setiap hari kami selalu bertemu. Perasaanku semakin menggila padanya. Hingga suatu hari aku memberanikan diri menyatakan cinta padanya. Aku sedikit kecewa dengan jawabannya waktu itu. Ia merasa belum siap menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. rasa trauma akan masa lalu masih menghantuinya. Meskipun ia dengan jelas mengatakan bahwa ia mencintaiku. Ketakutan yang membuatnya tak bisa menerimaku kala itu. Ia belum bisa menjawab pernyataan cinta dariku. Katanya perlu waktu beberapa minggu untuk menjawabnya.
            Merasa telah cocok dengannya, aku terus mendesak ia menjawab pertanyaanku. Aku harus bisa memilikinya, karena rasa cinta dalam hatiku begitu besar untuknya. Akhirnya dengan kesungguhan hati, ia menerimaku sebagai kekasihnya. Kebahagiaan yang telah lama kunanti kini dapat kugenggam dengan indah. Dia yang baru mengisi kekosongan hatiku.
***
            Dua hari sudah aku dan Diana menjalin kasih. Namun ombak yang besar mencoba menghancurkan cinta kami. Mantan kekasihku kembali muncul dihadapanku dengan alasan masih sangat membutuhkanku. Awalnya aku tak begitu peduli, tapi lama-kelamaan aku luluh juga oleh sikapnya yang sudah sangat kukenal itu. Ia tiba-tiba datang dengan pesonanya. Yang membuatku kaget ia dengan jelas mengatakan bahwa masih mencintaiku dan ingin kembali merajut kasih denganku.
            Dari lubuk hati yang paling dalam aku masih mencintai mantanku itu, namun cintaku lebih besar pada Diana sehingga aku mampu menolak permintaanya untuk kembali lagi. Berbagai cara ia lakukan untuk merebut hatiku kembali, bahkan ia masuk dalam wilayah yang seharusnya hanya aku dan Diana berada di dalamnya. Ia telah mengusik cinta kami, mencoba merusaknya. Apakah cintaku sedang diuji? Aku tak tahu pasti.
            Sejak mantanku masuk sebagai pemberontak dalam cinta kami, hatiku mulai terbagi. Perasaanku kini tertuju pada dua wanita. Keduanya sangat kucintai, aku dilema. Dengan langkah tegas aku mempertemukan Diana dengan mantanku untuk menyelesaikan masalah pelik ini. Hasil dari pertemuan itu aku tetap memilih Diana sebagai kekasihku. Aku merasa Diana yang pantas buatku, dia baik dan juga cerdas dalam menilai kehidupan. Mantanku menerima keputusan itu walau diringi deraian air mata. Ia mencoba menerima kenyataan pahit.
            Keadaan berbalik. Aku bahagia sementara mantanku menderita. Dulu aku sangat mendrita sementara ia bahagia bersama kekasih barunya. Keadaan memang selalu berubah tanpa kita duga, cepat atau lambat. Ternyata pertemuannya dengan Diana malam itu yang kuanggap telah menyelesaikan permasalahan tak ada gunanya. Ia kembali memohon padaku agar menerimanya sebagai kekasihnya lagi dan bersedia menjaga cintanya, berjanji tidak akan mengulangi kesalahan besarnya dahulu. Jiwaku kembali tak tenang. Aku tidak ingin menyakiti salah satu dari mereka, namun hidup adalah pilihan. Mau tak mau, suka tidak suka aku harus menentukan pilihanku. Aku sangat mencintai Diana, begitu juga dengan mantanku. Sempat terlintas dipikiranku untuk tidak memilih siapa pun diantara mereka, namun jika hal tersebut kulakukan akan menyiksa diriku sendiri.
            Dengan sangat berat aku harus melepas salah satu dari mereka. Diana kekasihku atau mantanku yang juga masih kucintai. Namun aku tetap saja tak mampu memilih. Suara hatiku masih bimbang.
Di tengah peliknya permasalahan yang membuatku dilema, tiba-tiba aku dan Diana bertengkar hebat. Emosi membakar jiwa kami. Kalimat bernada kasar terlontar tanpa beban. Diana pasrah, ia mengalah. Dengan ikhlas ia mengatakan bahwa kami harus mengakhiri hubungan ini. Diana rela melepasku, ia memerintahkan aku untuk kembali merajut cinta dengan mantanku. Aku sedih mendengar hal itu. Sangat berat melepas cintaku pada Diana namun ia mengatakan bahwa cinta yang sebenarnya telah menantiku di masa depan. Cinta itu adalah mantanku. Hubunganku dengan Diana hanya bertahan satu bulan.
Aku dan mantanku memutuskan untuk kembali merajut cinta sebagai pasangan kekasih. Sungguh aku sangat mencintainya. Dan aku akan selalu menjaganya karena dia masa depanku.
Diana, maafkan aku yang telah melukai hatimu.

Irwandi Fahruddin
Palopo, 5 April 2013