Saat yang indah, masih tersimpan erat dalam ingatanku. menjalami
cerita hidup memang tak mudah. Ruang yang pernah terisi dengan cinta kini
kosong dan hampa. Tangan jernih kasih sayang kini entah kemana. Semua hampa,
saat yang indah hanya sebuah kenangan.
Aku begitu setia
menanti dirimu yang pergi demi menjalankan tugas kampus selama tiga bulan.
Sebelumnya aku telah menyelesaikannya lebih dulu karena paket mata kuliah kita
berbeda. Saat aku pergi, kamu begitu sedih. Sedih karena kamu akan hidup
sendiri selama dua bulan. Kepercayaan menjadi senjata kita saat itu. Selama dua
bulan menjalankan tugas tak pernah ada pertengkaran berarti antara kita berdua.
Perjalananku sangat mulus, hidupku indah. Aku pulang membawa sejuta pesona kesetiaan
untukmu.
Kembali kita
menjalani hidup berdua seperti sebelumnya. Namun itu tak berlangsung lama
karena giliranmu untuk pergi menjalankan tugas kampus. Entah mengapa perasaanku
menjadi tak enak, aku sangat takut melepaskanmu sendiri menjalani hidup di
kampung orang. Aku takut jika kamu pergi kesetiaan cintamu hilang untukku. Aku
takut jika kamu pergi pertengkaran kita akan sering terjadi. Aku bingung dengan
perasaanku. Otakku berpikir semoga semua yang kubayangkan tidak terjadi. Lama
aku merenungi hal itu.
Sampai pada suatu
hari kamu berangkat dengan iringan doa dan rasa cintaku. Hatiku berat melepasmu
pergi, beruntung semangat yang kamu berikan membuatku sedikit ringan
menjalaninya. Selama kepergianmu aku merasa kesepian tanpa dirimu yang selalu
menemaniku. Namun suara indahmu yang kudengar tiap hari melalui telepon
membuatku kembali ceria.
***
Dua bulan sudah
kamu berada di lokasi tugas. Rasa rindu berat menderaku, setiap langkahku
selalu terbayang dirimu. Mendengar kabar bahwa kamu akan pulang sejenak
membuatku bahagia tak terkira. Rinduku terobati. Walau hanya beberapa hari kamu
menemani, aku merasakan cinta luar biasa. Kita berdua menjalani cinta dan kasih
sayang luar biasa. Sampai pada saatnya aku kembali melepasmu pergi ke lokasimu
bertugas. Kali ini tak ada rasa sedih menyelimutiku.
Beberapa hari
setelah kau pergi tepatnya bulan desember, kita berdua mulai dilanda masalah.
Hampir tiap hari pertengkaran tak terhindarkan. Sering kau menangis saat aku
memarahimu, emosi tak mampu kutahan. Saat itu aku memutuskan untuk tidak
menghubungimu selama beberapa hari dengan maksud menenangkan diri.
Dua minggu
kujalani tanpa berkomunikasi denganmu. aku bermaksud untuk menghubungimu saat
kau pulang nanti. Tapi ternyata keputusanku salah. Saat kau kembali ternyata
membawa kemarahan yang sangat besar. Sungguh perih hatiku saat kau menjelaskan
semua penyebab kemarahanmu, aku bingung. Akhirnya kau memutuskan untuk berpisah
denganku dan mengatakan bahwa ingin hidup sendiri. Aku hargai keputusan
sederhanamu itu walau berat aku harus menanggungnya.
Sejak kau
memutuskan untuk berpisah, nuraniku gelap. Aku menjalani hari-hari tanpa
semangat. Jiwaku berat, hidupku terasa sunyi dan hancur lebur tak terkira. Jiwa
besarku mencoba menguatkan.
Tepat sehari
setelah ulang tahunku di akhir desember dengan lancang kau memberiku kado
pahit. Kali ini jiwaku benar-benar runtuh, hidupku berdarah. Tega kau
menghianati cinta suciku, kau berpaling tanpa rasa bersalah sedikitpun. Air
mata tak mampu kubendung, aku sangat lemah tentangmu. Aku menghirup udara
desember yang pahit berdarah, kekuatanku roboh.
Akhir desember
tanggal 31 adalah yang tak terlupakan. Di balik kehancuran hidupku hadir
sesosok makhluk sempurna suci bercahaya. Ia adalah tempatku berbagi, ia
memberiku kekuatan saat lemah melanda. Aku menutup bulan desember dengan
bahagia luar biasa. Desemberku tak akan pernah kulupa, dukaku terobati. Bahagia
menemaniku. Desemberku, cerita hidupku.
Irwandi Fahruddin
Makassar, 18 Maret 2012
No comments:
Post a Comment