Labels

Tuesday, September 8, 2015

SELIMUT RASA TAKUT

“Jika ingin pacaran, hati-hatilah memilih lelaki karena di dunia ini semua lelaki sama saja.” Kata Nunung kepada Wiwik yang masih berpikir tentang caranya mengenal cinta.
            Wiwik, gadis cantik yang belum pernah merasakan indahnya cinta. Selama ini kesehariannya hanya sebatas mengurus keluarga dan dunia perkuliahan yang dijalani dengan serius. Kepolosan dalam dirinya begitu terlihat, ia memang gadis cantik dan cerdas namun status sebagai anak desa yang kurang mampu nyaris menutupi kelebihan pada dirinya. Membanggakan kedua orang tua dengan kerja keras adalah impiannya.
            Tak pernah sedikitpun ia berniat mengenal cinta. Nyaris tak ada lelaki yang mendekatinya karena di kampus ia hanya wanita biasa. Di mata lelaki, Wiwik hanya wanita yang kurang pergaulan, tidak mencerminkan wanita pujaan mereka. Meskipun memiliki kecerdasan tinggi ia masih saja terlihat biasa saja di mata teman-temannya. Ia hanya sosok wanita yang jauh dari kesempurnaan wanita pada umumnya dan tak ingin mengenal dunia percintaan karena hal itu dianggapnya akan mendatangkan kerugian pada dirinya, itu alasan mengapa ia tak ingin mengenal cinta.
            Sampai suatu saat segala bentuk penilaiannya terhadap cinta berubah ketika bertemu sosok lelaki sempurna di perpustakaan kampus. Kala itu ia sedang duduk nyaman di sebuah kursi perpustakaan membaca buku yang menjadi bacaan kesukaannya. Ia menyukai karya dari pengarang buku tersebut. Beberapa buku dengan pengarang yang sama menjadi bacaan menarik tiap kali menginjakkan kaki di perpustakaan kampus. Wajah lelaki itu muncul tepat di hadapannya. Ia menatap dalam pada lelaki itu. Peristiwa saling tatap terjadi beberapa saat sebelum keduanya tersadar. Lelaki itu segera menghampiri Wiwik yang dari tadi terlihat serius membaca buku kesukaannya.
            “Halo, serius amat baca bukunya. Oh ya nama kamu siapa?” tanya lelaki itu.
            “Wiwik.” Jawaban seadanya keluar dari mulutnya.
            “Bagus ya namanya. Sedang baca buku apa ?” Tanya lelaki itu untuk kedua kalinya.
            “Novel Aku Ingin Mengenal Cinta.” jawab Wiwik.
            “Namaku Fikar. Salam kenal ya.”
            Usai memperkenalkan diri Fikar melangkahkan kaki keluar dari perpustakaan. Wiwik merasa heran ketika nama itu mendarat di telinganya. Rasa tak percaya namun nyata. Ia mengumpulkan beberapa buku kesukaannya selama ini dan ia menemukan sebuah nama dalam buku itu. Nama yang baru saja ia dengarkan tak lain adalah pengarang buku tersebut. Semua terlihat nyata saat gambar wajah tampan dalam beberapa profil pengarang terpampang rapi di belakang beberapa buku kesukaannya. Ia tak menyangka bahwa yang ia temukan hari itu adalah pengarang favoritnya yang diam-diam ia kagumi. Dalam buku memang tidak tercantum profil tentang pendidikan Fikar. Darahnya seakan berhenti mengalir. Rasa gembira tak terkira ia rasakan walau hanya sekejap saja.
            Sejak kejadian di perpustakaan Wiwik semakin gencar mencari buku karya lelaki yang telah menghipnotisnya dan ia berhasil mengumpulkan puluhan buku dengan pengarang yang sama yaitu Fikar. Ia menceritakan pengalamannya kepada sahabat tercintanya.
            “Nunung, kemarin aku bertemu dengan pengarang novel aku ingin mengenal cinta.” Wiwik begitu semangat menceritakan peristiwa terindah dalam hidupnya.
            “Maksud kamu Fikar?” tanya Nunung.
            “Iya Fikar, wah tampan sekali dia. Aku semakin kagum kepadanya.”
            “Aku tidak percaya kalau Fikar ada disini. Kampus kita kan jauh dari kota, mana ada penulis terkenal mampir kesini.” Nunung masih belum yakin dengan ucapan sahabatnya itu.
            “Ya sudahlah kalau kamu tidak percaya, yang jelas aku dibuat melayang olehnya.”
            “Kamu jatuh cinta padanya Wik?”
            “Sepertinya.”
            “Katanya kamu tidak ingin mengenal cinta, hanya ingin konsentrasi menjalani pendidikan.”
            “Kali ini berbeda Nung, Fikar membuat aliran darahku seakan terhenti.
            “Hati-hati Wik, lelaki sekarang semuanya bejat. Jika marah mereka akan menyerang kita dengan fisik. Mengandalkan kelemahan wanita. Lihat wajahku Wik, aku habis dianiaya oleh pacarku hanya karena masalah sepele.” Nunung memperlihatkan luka di wajahnya akibat pemukulan yang dilakukan kekasihnya.
            “Aku tidak percaya kalau semua laki-laki itu sama kerasnya seperti pacarmu.”
            “Terserah kamu Wik, aku peringatkan satu hal. Kamu harus selektif dalam memilih kekasih karena jangan sampai kamu hanya dimanfaatkan kemudian setelah itu dibuang dengan luka hati dan fisik. Ya sudah aku pulang dulu, lukaku semakin parah.” Nunung mengakhiri percakapan kemudian melangkah pulang.
            Penjelasan Nunung membuatnya bingung. Ia mencoba menganalisa setiap perkataan yang dilontarkan sahabatnya itu. Rasa takut mendera pikiran murninya. Selama ini Nunung adalah tempat berbagi yang paling dipercayainya. Nunung tak pernah berbohong padanya, pernyataannya selalu benar. Tak ingin larut dalam ketakutan segera ia bertemu dengan sahabatnya itu untuk mencari kebenaran. Sesampainya disana ia mendengar semua penjelasan yang keluar dari mulut sahabatnya. Semua telah dimengerti namun ia ingin membuktikan perkataan sahabatnya itu.
            Wiwik mulai melupakan penulis itu. Ia mencoba tetap pada pendirian awalnya yaitu tak ingin mengenal cinta. Namun di sela harinya bermunculan beberapa lelaki yang menginginkannya. Beberapa lelaki telah berani mengatakan cinta untuk bisa menjadi kekaihnya, namun semua ia tolak dengan tegas. Perasaan takut akan kekerasan selalu datang ketika ada lelaki yang akan mendekatinya. Cerita Nunung tak hanya sampai di situ, kali ini ia menceritakan pengalaman teman sekelasnya yang baru saja dianiaya oleh kekasihnya. Akibat dari kekerasan itu tangannya patah dan harus dirawat di rumah sakit. Saat itu semakin banyak kekerasan yang dilakukan kaum lelaki terhadap kekasihnya semakin terlihat dan dekat di mata Wiwik. Semua nyata. Semua lelaki di dunia ini sama, mengandalkan kekuatannya sebagai bentuk penyelesaian masalah. Itu yang selalu muncul dalam benaknya ketika ada lelaki yang hendak mendekatinya untuk menjai kekasih. Ia menutup hatinya untuk hal itu meski terkadang merasa sedih karena beberapa lelaki yang telah menyatakan cinta juga ia sukai namun kenyataan yang ia saksikan membuatnya terkurung dalam ketakutan.
            Fikar kembali hadir dalam hari-harinya setelah sekian lama menghilang. Kembali ia bertemu dengannya di perpustakaan kampus. Fikar tak segan-segan meminta Wiwik untuk bercerita tentang apa yang telah dibaca dari buku karyanya. Obrolan keduanya menjadi hiasan perpustakaan kampus hari itu.
            Wiwik merasa nyaman dekat dengan Fikar. Kelembutan tutur kata diperlihatkan lelaki tampan itu. Hampir setiap hari mereka berdua menghabiskan waktu bersama di kampus. Tak jarang Fikar mengantarnya saat pulang dari kampus. Sampai pada saatnya benih cinta lahir dari hati Fikar. Ia kemudian menyatakan isi hatinya kepada Wiwik. Namun perasaan takut masih tersimpan erat dalam hati Wiwik. Ia menolak Fikar sama seperti beberapa lelaki sebelumnya. Fikar kecewa. Sejak itu tak terlihat lagi kebersamaan keduanya. Fikar menjauh.
            Penyesalan dalam diri Wiwik membuatnya bingung. Ia segera menemui Nunung untuk meminta saran atas apa yang telah ia alami. Namun pernyataan yang sama masih terucap dari mulut Nunung. Semua lelaki di dunia ini sama, mengandalkan kekuatannya sebagai bentuk penyelesaian masalah. Nunung tetap pada pendiriannya.
            Kali ini Wiwik mulai mencari tahu solusi agar segala ketakutannya itu sirna. Ia percaya bahwa Fikar bukanlah lelaki yang tega menyakiti wanita dengan kekerasan. Ia percaya Fikar adalah lelaki lembut. Ia mengumpulkan segala informasi ketika kebersamaannya dengan Fikar. Hasilnya ia berani mencoba menaklukkan semua ketakutan dalam dirinya. Segera ia menemui Fikar.
            “Fikar, aku berubah pikiran tentang perasaan cintaku padamu. Aku siap menjadi kekasihmu karena aku percaya kamulah yang terbaik untukku.”
            “Benarkah ? kamu tidak takut bila suatu saat nanti aku memukulmu, melukaimu karena pertengkaran hebat diantara kita?”
            “Tidak, aku percaya kamu akan selalu menjagaku dengan penuh kasih sayang. Meskipun sudah banyak kenyataan yang kusaksikan selama ini namun aku yakin tidak semua lelaki seperti itu.” Wiwik menjelaskan isi hatinya.
            “Baiklah Wik, aku siap jadi kekasihmu.”
            Keduanya menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan. Rasa takut telah pergi jauh meninggalkan jiwa Wiwik. Keyakinan hati membuat semua penghalang lenyap seketika.
            Beberapa bulan berlalu Wiwik dan Fikar menjalani harinya seperti biasa. Tak pernah ada kekerasan yang terjadi ketika mereka berselisih. Kedewasaan cintalah yang menguatkan mereka hingga akhirnya tali pernikahan mengikat keduanya.

Makassar, 3 April 2012

No comments:

Post a Comment