Dua
puluh tahun yang lalu menjadi saat tak terlupakan dalam hidup Rojes, kejadian
itu mengguncang kehidupannya. Dirinya seperti berada dalam neraka dunia, tak
ada yang dapat menolongnya. Ia merasa tak ada lagi gunanya hidup di dunia,
seluruh kebahagiannya direnggut. Masalah yang dihadapinya bukan cuma satu,
banyak masalah yang menimpanya saat itu. Rojes memang terkenal sebagai preman
nomor satu di Tombang, namanya bahkan dikenal luas di hampir seluruh Kabupaten
Luwu. Ia memiliki rekan yang sangat banyak disetiap daerah, orang-orang
mengatakan bahwa Rojes tak ada tandingannya. Ia begitu disegani oleh masyarakat
karena memiliki pribadi yang keras.
Ujian hidup Rojes bermula saat ia
ketahuan merampok bersama rekan sesama preman. Ia dikurung dalam sel penjara
hanya tiga bulan dengan alasan kelakuan baik. Rojes menghirup udara bebas
dengan hati riang tak terhingga, pulang ke rumah dengan senandung nada lembut.
Ia disambut seluruh anggota keluarganya, hari itu juga keluarga Rojes
mengadakan syukuran atas bebasnya ia dari penjara.
Keesokan harinya, ketika Rojes
sedang berada di pasar bersama teman sesama prema tanpa ia duga beberapa orang tiba-tiba
memukulinya. Terjadi perkelahian sengit antara dua kelompok preman. Sedang
asyik beradu emosi aparat keamanan mencoba menghentikan mereka, namun semua
yang terlibat berhasil melarikan diri. Rojes mencari tempat yang aman untuk
meloloskan diri namun ternyata dihadapannya sudah banyak aparat keamanan yang
bersenjata lengkap, ia tertangkap.
Rojes kembali mengecap pahitnya
rumah tahanan untuk kedua kalinya. Hanya sehari ia menghirup udara bebas
kemudian tertangkap lagi. Seluruh keluarganya merasa kecewa dan sedih dengan
tingkah lakunya. Selama di penjara kali ini Rojes diberi keringanan berupa
tempat khusus narapidana yang memiliki kelakuan baik. Ia merasa heran kenapa
ada yang seperti itu dalam penjara padahal semua tahanan dipandang sama
olehnya. Saat itu Rojes hanya sebulan merasakan kehidupan di penjara.
Kembali Rojes menghirup udara bebas
setelah beberapa kali mengulang kesalahannya. Kali ini ia dituntut oleh
keluarganya untuk menghilangkan segala bentuk kejahatan yang melekat dalam
dirinya, namun tetap ia tak peduli dengan ocehan keluarganya. Rojes memutar
pikirannya saat itu dan akhirnya ia mau mencoba menjadi orang baik. Ia sempat terlihat sedang shalat di masjid,
orang yang melihatnya merasa heran dan menyebar cerita tentang dirinya.
Mendengar hal tersebut ia merasa dipojokkan dalam masyarakat. Ia merasa risih
dengan ocehan orang lain terhadap dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak
ke mesjid lagi, ia lebih memilih shalat di rumah. Hari-hari Rojes dilewati
dengan berbuat baik, tak ada lagi kejahatan menghiasi hidupnya. Ia menjadi
lebih baik.
Suatu hari Rojes sedang membeli
sesuatu di pasar, pasar tersebut adalah tempat nongkrongnya ketika masih
menjadi preman. Ketika ia sedang mencari alat shalat tiba-tiba seorang teman
yang masih menjadi preman menyapanya.
“Bagaimana kabarta’ sekarang bos ?
kenapa lama baru muncul ?” sapa salah seorang temannya.
“Alhamdulillah baikji saudaraku,
sekarang saya sudah berubah. Tidak adami kejahatan dalam diriku.”
“Syukurlah bos, pertahankanki’ nah.”
“Iye, Insya Allah.”
Beberapa saat setelah percakapan
tersebut Rojes terjatuh akibat terkena pukulan sangat keras dari seseorang.
Orang yang sama ketika terjadi perkelahian dua bulan lalu yang menyebabkan
dirinya masuk penjara. Naluri bela diri kembali muncul dalam diri Rojes ketika
ia hendak ditusuk oleh musuhnya itu. Perkelahian tak terhindarkan lagi, dua
kelompok saling serang. Melihat aksi tersebut aparat keamanan turun untuk
mengamankan mereka. Kali ini semua tertangkap. Kembali Rojes menghirup udara
penjara yang sangat dibencinya. Selama di dalam tahanan Rojes tak pernah lagi
beribadah. Ia merasa tak percaya lagi dengan kebaikan karena menurutnya
beribadah atau tidak sama saja. Beribadah masuk penjara, tak beribadah masuk
penjara juga jadi ia lebih memilih untuk kembali seperti dulu lagi.
Dua bulan kemudian ia kembali
menghirup udara bebas. Keluarganya sudah tak peduli lagi dengannya karena
dianggap ia sudah keterlaluan. Tiap hari ia mabuk, berjudi dan bentuk maksiat
yang lain. Dirinya kembali seperti dulu lagi. Suatu ketika ia diperintah oleh
ayahnya untuk shalat di masjid karena dianggap sangat banyak dosa yang telah
diperbuatnya selama ini. Rojes dan ayahnya beradu mulut saat itu, luapan emosi
terlihat dari keduanya. Akhirnya dengan emosi ia pergi dari rumah. Ia
memutuskan untuk mabuk karena merasa tertekan oleh kemauan ayahnya.
Menjelang pukul lima subuh Rojes
pergi ke masjid yang saat itu sudah terdengar lantunan ayat suci Al Qur’an. Ia
kemudian masuk ke masjid dan segera meraih microphone kemudian dengan
semangatnya ia adzan. Pak Wisnu yang saat itu bertindak sebagai imam desa kaget
melihat kehadiran Rojes di masjid, bahkan ia berani untuk adzan. Ternyata Rojes
mengenakan pakaian pendek, tak layak dikenakan untuki beribadah. Pak Wisnu juga
mencium bau minuman keras dari mulut Rojes, ia dalam keadaan mabuk. Melihat hal
tersebut Pak Wisnu merasa Rojes telah mengotori Islam dengan masuk masjid dalam
keadaan mabuk, adzan pula. Saat Pak Wisnu menegurnya, ia marah besar. Kalimat
makian terlontar dari mulutnya ditujukan kepada Pak Imran. Mereka berdua
terlibat pertengkaran hebat, Rojes segera mengambil pisau kemudian menusuk
tubuh Pak Wisnu. Saat itu juga Pak Wisnu tewas di tempat. Rojes menjadi orang
yang dicari-cari di Desa Tombang, seluruh keluarga Pak Wisnu merasa dendam
kepadanya karena ia melarikan diri setelah melakukan aksi pembunuhan.
Rojes melarikan diri malam itu juga,
ia langsung menghubungi salah seorang temannya yang berada di Malaysia. Ia
berhasil keluar dari Indonesia dengan aman. Selama di Malaysia ia menjalani
kehidupannya dengan berbuat baik karena ia merasa dirinya sudah sangat kotor.
Rojes bertaubat dan menjadi pengurus masjid di desa tempat ia tinggal. Hampir
tak ada masalah menyerang hidupnya, ia menjadi lebih tenang melangkahi detik
demi detik waktunya. Dalam usianya yang sudah tua ia memutuskan kembali ke
kampung halaman untuk bertemu mengobati rindu dengan keluarga tercinta.
Malam gelap dan sunyi menjadi saksi
kembalinya Rojes ke kampung halaman, saat berada di pintu rumah seluruh
keluarga yang melihatnya merasa heran dan juga sangat senang karena ia sudah
kembali setelah dua puluh tahun tak pernah mengirim kabar. Peluk cium diterima
tanda rasa syukur keluarganya. Ia kembali dalam keadaan sehat, kini ia
benar-benar menjelma menjadi orang baik.
Keesokan harinya, Rojes dijemput
sebuah mobil aparat keamanan. Ia menyerahkan diri demi menebus dosa yang pernah
dibuatnya, ia kembali menjalani
kehidupannya di dalam penjara.
Makassar
26 Februari 2012
No comments:
Post a Comment