Sebelumnya
aku tak pernah menyangka akan seperti sekarang ini. Dulu, hidupku yang penuh
ambisi menjadi orang hebat dan sukses. Masih lekat dalam ingatanku saat masih
duduk di bangku sekolah dasar aku bercita-cita menjadi seorang pengusaha sukses
dan itu selalu kupegang teguh. Dengan bekal uang seadanya aku mulai mencoba
melaksanakan apa yang telah aku cita-citakan. Bekerja sama dengan tetanggaku
yang kaya, aku berhasil menjadi pengusaha kecil yang bergerak di bidang
makanan. Aku berhasil memproduksi es lilin, es kue, bakso tusuk dan juga
bakwan. Sebagai anak tunggal yang orang tuanya petani miskin, aku terus
berusaha menjadi orang yang lebih baik.
Menjadi pengusaha cilik waktu SD
menjadi inspirasi bagi teman-teman yang lain. Banyak yang melakukan hal serupa.
Menjadi pengusaha di berbagai bidang pun dilakukan oleh anak-anak sebayaku.
Banyak dari mereka sukses hingga mampu membiayai sekolahnya sendiri. Dan aku
harus mengakui kesuksesan mereka. Usahaku bangkrut karena tak mampu bersaing
dengan teman-teman. Hidupku semakin kacau saat harus menerima kenyataan tak
mampu melanjutkan sekolah karena terkendala biaya. Berada di sawah bersama
bapak menjadi pekerjaanku saat itu.
Rasanya sungguh menyedihkan kala
mengingat masa kecil yang suram itu. Hingga sekarang saat aku menginjak usia 30
tahun pun masih belum berubah. Namun bukan berarti aku sedih dengan keadaanku
yang seperti ini, aku masih tetap bersyukur atas hidupku sekarang. Menjadi
tukang becak yang bekerja dari subuh hingga malam memberikan kenikmatan tersendiri
bagiku. Becak pemberian ayah ini membuatku selalu ceria setiap harinya. Ada
atau tidak ada penumpang tak menjadi masalah, intinya aku selalu percaya bahwa
masing-masing manusia akan diberi rejeki setiap harinya.
Becak pemberian ayahku ini bukan becak
biasa. Masyarakat lebih banyak tahu bahwa becakku ini becak jodoh. Sudah empat
pasangan yang menikah karena aku dan becak ini. Mungkin banyak yang tidak
percaya tapi ini nyata. Dengan strategi khusus aku berhasil menjodohkan
penumpang langgananku. Ya, semuanya penumpang langgananku.
Pasangan pertama bernama Sahrul dan
Indri. Mereka berdua penumpang langganan pagi hari. Indri seorang wanita muda
cantik dan berpenampilan menarik. Rambutnya yang selalu terurai pasti
menghipnotis para pria yang melihatnya. Ia selalu mengenakan blazer cantik, rok
pendek dan make up sederhana namun tetap terlihat cantik. Indri bekerja
di sebuah perusahaan penerbit buku dan pukul 05.30 pagi sudah harus berangkat
ke kantor yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Ia tinggal di sebuah rumah
kos dekat perumahan. Pukul 05.30 pagi pula aku sudah berada di depan rumahnya.
Indri menjadi penumpang pertamaku setiap pagi di hari kerja. Beruntung rumahku
jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya jadi bisa datang tepat waktu. Keakraban
di antara kami pun terjalin. Bukan hanya antara penumpang dan tukang becak
melainkan teman akrab. Saat Indri pulang kerja di malam hari pun tetap
menumpangi becakku. Tentu setiap hari aku sudah mendapat penghasilan tetap dari
seorang penumpang.
Empat bulan Indri jadi langgananku.
Anehnya hanya dia seorang yang mau jadi langgananku. Yang lain hanya penumpang
biasa, sekali naik berikutnya tidak lagi. Bulan kelima langgananku bertambah
satu orang. Ia tinggal di salah satu perumahan tak jauh dari tempat tinggalku.
Awalnya Sahrul menumpangi becakku saat aku lewat di depan kantornya usai
mengantar Indri. Seperti halnya penumpang lain, Sahrul kuajak berbincang.
Perbincangan kami seputar permasalahan ekonomi masyarakat Indonesia, ia merasa
heran dengan pengetahuanku tentang masalah ekonomi.
“Mas kok tau banyak tentang masalah
ekonomi? Jangan-jangan Mas ini sarjana yang jadi tukang becak? Hehehehe.”
Tanyanya diiringi tawa lepas.
“Aku hanya tamat SD.’ Jawabku
ringan.
“Tapi dari pengetahuan Mas,
sepertinya bukan hanya tamatan SD .” Ia makin penasaran denganku.
“Benar, aku hanya tamatan SD. Aku memperoleh
berbagai macam pengetahuan dengan membaca. Buku dan koran menjadi santapanku
setiap hari. Saat penumpang sepi, aku duduk di becak ini dengan membaca buku.”
“Wah Mas ini hebat ya. Jarang lho
seorang tukang becak yang cerdas. Aku suka berbincang dengan Mas. Oh ya kalau
boleh tau namanya siapa ya?” tanya Sahrul yang mulai tertarik dengan wawasan
yang kumiliki.
“Haerul.” Kataku.
“Namaku Sahrul, salam kenal
ya.”Balasnya. “Oh ya Mas Haerul, boleh tidak aku menumpang becak ini setiap
hari. Hmmm maksudku menjadi langganan gitu.”
“Oh boleh, mau di antar pulang pergi
juga boleh. Emang Mas berangkat jam berapa?”
“05.30 pagi.” Jawabnya.
Aku sempat berpikir menerima tawaran
dari Sahrul. Aku bingung karena Indri juga berangkat pukul 05.30 pagi. Lama
berpikir ide brilianku pun muncul. Indri seorang wanita cantik dan Sahrul
lelaki tampan. Pagi itu aku berangkat menuju rumah kos Indri guna menjemputnya.
Kemudian aku berbelok masuk ke perumahan.
“Lho, kok masuk ke perumahan?”
“Dek Indri nggak usah khawatir, Cuma
sebentar kok.”
“Ini rumah siapa?” tanyanya lagi
saat becakku sampai di rumah Sahrul.
“Begini Dek Indri, kemarin aku baru
dapat langganan baru. Waktu berangkat kalian sama, nah karena tidak ingin
kehilangan salah satu langganan biar adil aku jemput dua-duanya sekalian. Jadi
sekali berangkat dua penumpang menghiasi becakku. Gitu.”
Mereka berdua tidak menolak
tawaranku. Sahrul dan Indri menjadi penumpang pertamaku di pagi hari dan juga
penumpang terakhirku di malam hari. Seiring berjalannya waktu, keakraban mereka
berdua terjalin. Aku sering diajak makan dan nonton, tentu aku tidak menolak.
Sesekali kami bertiga menelusuri mall di Jakarta. Toko buku menjadi tempat
favorit kami. Beruntung dua langgananku ini gemar membaca, membuatku semakin
nyaman bersama mereka.
Suatu malam saat mereka dalam
perjalanan pulang ke rumah, aku mendengar hal yang tak kuduga. Dengan suara
sedikit berbisik, Sahrul mengatakan sesuatu pada Indri. Karena penasaran, aku
menguping pembicaraan mereka. Wajah Indri terlihat merah padam, sementara
Sahrul mencoba tetap tenang. Becak terus kukayuh dengan kecepatan sedang dan
aku masih terus menyimak oborlan mereka. Dan saat Indri mengatakan “Iya”
teriakan Sahrul membuatku tersentak, nyaris becak terperosok ke dalam selokan.
Aku tersenyum bahagia melihat Sahrul dan Indri. Mereka resmi menjadi sepasang
kekasih malam itu di atas becakku. Setiap hari menjadi sangat berwarna bagi
Sahrul dan Indri, juga bagiku.
***
Sudah hampir sebulan becakku kosong
setiap pukul 05.30 pagi. Dua orang langgananku menghilang entah kemana. Kata
pemilik kos, Indri sudah pindah. Sementara Sahrul pulang kampung. Aku semakin
jarang menginjakkan kaki di toko buku gramedia. Sebenarnya aku bisa kesana
sendiri tapi sangat aneh tanpa Sahrul dan Indri. Aku merindukan saat-saat kami
bertiga belanja buku kemudian mendiskusikannya di hari minggu. Aku selalu
dianggap aneh oleh mereka berdua karena baru kali ini mereka kenal dengan
tukang becak yang gemar membaca dan mengoleksi buku. Bagiku ilmu pengetahuan
itu untuk siapa saja, tidak ada batasan. Tidak sekolah bukan berarti berhenti
mempelajari ilmu pengetahuan. Yang terpenting adalah keinginan. Ah, aku
merindukan Sahrul dan Indri.
***
Malam hari aku duduk di atas becak
yang kuparkir di depan rumah aku membaca buku yang diberikan Indri. Memang
kebiasaanku usai menarik becak yakni membaca buku di bawah cahaya lampu yang
khusus kubuat. Lampu tersebut terletak di atap becak sehingga memudahkanku
dalam membaca. Untuk bisa menyalakannya aku menyambungkan kabel panjang ke saklar
di dalam rumah.
Sebuah buku biografi salah seorang
pengusaha sukses di Indonesia menjadi santapanku malam itu. Buku inspiratif
yang membangkitkan motivasi setiap orang yang membacanya, termasuk aku. Sedang
asyik membaca, aku tersentak dengan apa yang kusaksikan.
“Selamat malam Mas Haerul. Gimana
kabarnya?” Indri menyapaku dengan senyum khasnya.
“Alhamdulillah baik, Dek Indri dan
Sahrul sendiri gimana kabarnya?”
“Kami juga baik Mas.”
“Oh ya, kedatangan kami disini ingin
menyampaikan kabar bahagia.” Kata Sahrul.
“Kalian mau menikah?”
“Tepat sekali Mas. Insya Allah
minggu depan kami berdua melangsungkan pernikahan. Datang ya Mas.”
“Insya Allah.”
Malam itu menjadi malam yang sangat
berbahagia bagiku. Kawan terbaikku datang membawa kabar bahagia. Seperti biasa
kami melakukan diskusi panjang lebar dengan berbagai permasalahan. Tak lupa
kopi susu buatan istriku menjadi penghias malam diskusi itu. Kulihat wajah
bahagia dari Sahrul dan Indri. Sebentar lagi mereka akan melangsungkan
pernikahan. Sahrul dan Indri pertama kali berjumpa di atas becak yang selama
ini menjadi sumber penghidupanku. Becak sederhana pemberian ayah, becak sejarah
bagiku, bagi Sahrul dan Indri.
***
Hari ini aku berada di acara
pernikahan penumpangku. Langganan yang berhasil merajut cinta dari pertemuan
pertama di atas becak. Setelah pernikahan Sahrul dan Indri, aku seperti menjadi
biro jodoh dengan mencari langganan yang bisa menjadi sepasang kekasih.
Berbagai cara kulakukan agar langgananku yang masih lajang mendapat pasangan.
Berbagai cara tersebut terbukti mampu menjodohkan penumpang langgananku. Mereka
pertama kali bertemu di atas becak, menyatakan cinta di atas becak, kemudian
menikah. Ini bukan suatu kebetulan melainkan takdir dari Tuhan. Becak Jodoh
terkenal dimana-mana. Dulu Becak Jodoh hanya satu buah, sekarang
bertambah jumlahnya menjadi empat puluh buah. Alhamdulillah, cita-citaku
menjadi pengusaha sukses tercapai. Selain menjadi pemilik Becak Jodoh,
aku juga mendirikan toko buku dengan nama Toko Buku Sederhana. Toko buku
itu aku rintis bersama Sahrul dan Indri.
Irwandi Fahruddin
Palopo,
4 April 2013
No comments:
Post a Comment