Labels

Saturday, September 5, 2015

AIR MATA SUCI

Air mata suci mengalir lembut dari wajah tua itu. Wajah penuh harap menanti sebuah keajaiban. Langit sore menjadi tempat yang indah menjalani penantiannya. Sahabat penuh makna adalah air mata suci.
            Wanita tua berusia 80 tahun itu mengalami sesuatu yang mengganggu hidupnya. Sudah dua bulan ia melepas anaknya yang pergi guna menjalankan tugas mulia. Menjadi tentara adalah pilihan hidup putra semata wayangnya. Sejak anaknya pergi ia selalu ditemani beberapa bahkan banyak tetesan embun di matanya. Embun itu adalah air mata suci.
            Gelisahnya semakin kuat saat ia menerima kabar bahwa putranya hilang saat sedang menjalani tugas di medan perang. Ia tak mampu menahan tangis mendengar kabar buruk itu. Jiwanya rapuh, hari-harinya dipenuhi rasa gundah. Wanita tua itu selalu mengingat saat terakhir bertemu dengan anaknya. Bayangang senyuman anakanya selalu muncul. Saat itu ia tak mampu menahan aliran deras air matanya, air mata suci.
            Langit sore menjadi sahabat terbaiknya. Pukul empat tepatnya. Sejak kecil putranya selalu melantunkan ayat suci Al Qur’an setiap pukul empat sore. Melihat putranya seperti itu jiwanya terketuk untuk melakukan hal yang sama. Sejak saat itu ia dan putranya menghabiskan sorer dengan melantunkan ayat suci Al Qur’an setiap hari. Rasa haru luar biasa selalu muncul kala menatap dalam putranya saat membaca Qur’an. Tetesan air matanya mengalir, air mata suci.
            Dua bulan sudah gelisah dan sedih menghiasi hidupnya. Ia tak pernah melewatkan kebiasaannyamenghabiskan sore dengan membaca Qur’an. Walau tak ditemani putranya ia tak pernah lupa kebiasaannya pada pukul empat sore. Setiap hari wanita tua itu memikirkan putra semata wayangnya. Pukul empat sore menjadi tempat mencurahkan segala kegundahannya. Lantunan ayat suci yang keluar dari mulutnya membuat jiwanya kuat walaupun diiringi oleh air mata, air mata suci.
            Hari ini tepat pukul empat sore aku melihat cahaya di wajah wanita tua itu. Saat ia sedang melantunkan ayat suci Al Qur’an aku mengingat saat-saat indah masa kecilku. Lama aku menatapnya sebelum memutuskan masuk ke rumah untuk menemuinya. Aku sedih melihat air mata yang membasahi pipinya. Itu adalah air mata paling indah yang pernah kulihat. Sebuah air mata suci.
            Tanpa berlama-lama, aku segera masuk memeluk tubuh tuanya. Ibuku tersentak melihat diriku kembali. Ia merasa tak percaya namun di hadapannya nyata terlihat. Aku memeluk tubuhnya dan menceritakan bahwa aku berhasil menyelematkan diri dari genggaman musuh dalam peperangan. Ibu menangis, aku juga menangis. Air mata ibu begitu suci. Senyum indah yang selalu kurindukan kini kembali. Suasana haru pada pukul empat sore menjadi cerita indah. Ibu dan air matanya, air mata suci.

Irwandi Fahruddin
Makassar, 5 Mei 2012

No comments:

Post a Comment