Labels

Sunday, September 6, 2015

DIA YANG BARU

Bahagia yang selama ini kunanti akhirnya datang juga. Peristiwa kelam masa lalu kini menjauh. Pesona baru merasuk ke dalam sukmaku. Semua indah, sangat indah. Kini, aku bisa merajut kembali impianku.
            Aku mengenalnya dengan cara yang sangat biasa. Kala itu hatiku dirundung pilu, tak ada lagi yang mampu kulakukan selain menceritakan masalahku kepada orang yang kuanggap dekat denganku. Aku sudah sepuluh bulan hidup dalam kesedihan luar biasa. Desember kelabu masih saja menghantuiku. Kekasih yang kuanggap paling setia itu ternyata mengkhianatiku. Dan yang paling menyedihkan lagi aku berada dalam perangkap kesedihan selama sepuluh bulan. Pengemis cinta, begitu kata yang keluar dari mulut orang-orang terdekatku. Pikiranku selalu terganggu, perasaanku selalu terluka olehnya.
`           Merasa lelah dengan kesedihan itu, aku mencoba untuk keluar dari ruang kegalauan yang sangat parah itu. Tepatnya hari jumat saat aku dan teman-teman sedang asyik berkumpul di dekat pintu gerbang kampus. Karena merasa tertekan, dengan iseng aku bertanya pada salah seorang temanku yang beragama Kristen. Aku sendiri beragam Islam.
            “Lia, apakah kamu punya teman yang jomblo dan cantik?” tanyaku.
            “Emangnya kenapa?”
            “Aku sudah nggak tahan dengan sikap mantanku itu. Aku makin tersiksa dibuatnya. Agama kristen juga nggak masalah kok, yang penting galauku ini bisa segera lenyap.”
            “Hehehe sabar ya Kak. Hmmm, aku sih punya teman KKN. Orangnya lumayan manis dan pastinya jomblo.”
            “Agama kristen?”
            “Bukan, dia orang islam kok. Aku nggak mau kakak pacaran dengan orang yang berbeda keyakinan, bisa ribet nantinya. Jadi mending kakak cari yang seagama.”
            “Oh iya, ngomong-ngomong namanya siapa ya? Boleh nggak aku minta nomor handphone-nya?”
            “Boleh. Namanya Diana. Kuliah di fakultas sebelah. Jadi kita tetanggaan sama dia, deket banget.” Senyum manis mengembang dari wajah cantik Lia.
            “Makasih banyak ya Lia.”
            ‘Sama-sama Kak.”
            Hari itu aku belum berniat menghubungi orang yang akan dikenalkan Lia padaku. Bayangan sang mantan masih terus menghantui. Rasa cintaku padanya masih sangat besar. Berkali-kali aku dilanda kerinduan mendalam pada mantanku itu dan berkali-kali pula sakit hati menderaku. Menyedihkan.
            Masih belum puas kumpul di fakultas sendiri, kami memutuskan pergi ke kampus satu alias kampus utama tempat kantor rektor berada. Kebetulan salah seorang temanku memiliki kamera mahal jadi kami mengabadikan moment tersebut dengan berbagai gaya tentunya. Puas berpose di halaman kampus, kami kemudian masuk ke salah satu ruang penelitian. Di ruang penelitian tersebut kami yang berjumlah sekitar 20 orang bercerita panjang lebar. Bercanda dan tertawa bersama. Sedihku mulai terkikis saat itu. Hal yang paling membuatklu senang adalah ketika kami sedang asyik bercerita di ruang penelitian, tiba-tiba Diana lewat dengan membawa laporan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Sontak Lia berteriak memanggilnya. Namun, Diana harus ke lantai atas untuk menyerahkan laporan tersebut.
            Diana kemudian turun dan langsung ditarik oleh Lia untuk bertemu denganku. Aku yang sedang asyik ngobrol tersentak melihat sosok dihadapanku. Dia kemudian mengulurkan tangannya dan menyebut namanya.
            “Diana.’ Katanya diringi senyuman.
            “Aku Anto.” Jawabku.
            Saat itu juga aku langsung jatuh hati padanya. Sungguh ia wanita yang manis. Pertemuan pertama yang memberi kesan padaku. Perlahan aku sudah mulai bisa membuka hatiku pada wanita lain. Tak ada kamus sedih lagi, keindahan mulai mendekatiku. Aku bersyukur.
            Aku yakin bahwa dialah orang yang tepat untukku. Walaupun baru sebatas kenalan aku optimis bahwa dia bisa jadi kekasihku. Kekasih baru tepatnya. Pulang dari kampus aku mencoba menghubunginya lewat sms. Rasa senang menyergapku, tapi hanya sesaat. Dua kali aku mengirim pesan padanya ia kemudian pamit dengan alasan sedang sibuk. Sms pun berakhir. Keesokan harinya juga sama. Nyaris tak ada hal spsesial yang kurasakan ketika smsan dengannya. Tapi aku bukanlah tipe orang yang cepat menyerah. Dengan tekad yang kuat aku terus berusaha menghubunginya dan tentunya berusaha mencuri hatinya.
            Seiring berjalannya waktu, dia sudah mulai membuka diri. Aku merasa senang kala ia membalas sms yang kukirimkan. Tak jarang kami membicarakan tentang kisah cinta yang kelam, tentang mantan kekasih masing-masing. Dan kebetulan peristiwa masa lalu kami hampir sama. Hingga suatu hari ia mengajakku ke rumahnya sekedar bertemu untuk kedua kalinya. Aku senang bukan main. Lia juga akan datang ke rumahnya karena sekalian dengan acara makan malam. Katanya ia akan memasak sendiri, spesial buatku.
            Malam harinya aku tak melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya. Aku juga tak perlu menempuh jarak yang jauh karena rumah kami masih bisa dikatakan dekat. Hanya butuh waktu lima menit untuk bisa sampai ke rumahnya. Malam itu aku berangkat bersama Lia dan kekasihnya yang kebetulan seorang teman dekatku juga. Kami bertiga disuguhkan makanan saat tiba di rumah Diana. Malam yang menyenangkan bagiku karena pertama kalinya kami bisa bercerita secara langsung, bukan lagi lewat sms atau telpon. Kami lumayan lama bercerita tentang apa saja yang menurutku layak untuk dibahas. Hatiku mengatakan bahwa dialah orang yang benar-benar pas dihatiku. Sungguh.
            Pertemuan demi pertemuan kami lakukan. Aku dan Diana mulai dekat. Setiap hari kami selalu bertemu. Perasaanku semakin menggila padanya. Hingga suatu hari aku memberanikan diri menyatakan cinta padanya. Aku sedikit kecewa dengan jawabannya waktu itu. Ia merasa belum siap menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. rasa trauma akan masa lalu masih menghantuinya. Meskipun ia dengan jelas mengatakan bahwa ia mencintaiku. Ketakutan yang membuatnya tak bisa menerimaku kala itu. Ia belum bisa menjawab pernyataan cinta dariku. Katanya perlu waktu beberapa minggu untuk menjawabnya.
            Merasa telah cocok dengannya, aku terus mendesak ia menjawab pertanyaanku. Aku harus bisa memilikinya, karena rasa cinta dalam hatiku begitu besar untuknya. Akhirnya dengan kesungguhan hati, ia menerimaku sebagai kekasihnya. Kebahagiaan yang telah lama kunanti kini dapat kugenggam dengan indah. Dia yang baru mengisi kekosongan hatiku.
***
            Dua hari sudah aku dan Diana menjalin kasih. Namun ombak yang besar mencoba menghancurkan cinta kami. Mantan kekasihku kembali muncul dihadapanku dengan alasan masih sangat membutuhkanku. Awalnya aku tak begitu peduli, tapi lama-kelamaan aku luluh juga oleh sikapnya yang sudah sangat kukenal itu. Ia tiba-tiba datang dengan pesonanya. Yang membuatku kaget ia dengan jelas mengatakan bahwa masih mencintaiku dan ingin kembali merajut kasih denganku.
            Dari lubuk hati yang paling dalam aku masih mencintai mantanku itu, namun cintaku lebih besar pada Diana sehingga aku mampu menolak permintaanya untuk kembali lagi. Berbagai cara ia lakukan untuk merebut hatiku kembali, bahkan ia masuk dalam wilayah yang seharusnya hanya aku dan Diana berada di dalamnya. Ia telah mengusik cinta kami, mencoba merusaknya. Apakah cintaku sedang diuji? Aku tak tahu pasti.
            Sejak mantanku masuk sebagai pemberontak dalam cinta kami, hatiku mulai terbagi. Perasaanku kini tertuju pada dua wanita. Keduanya sangat kucintai, aku dilema. Dengan langkah tegas aku mempertemukan Diana dengan mantanku untuk menyelesaikan masalah pelik ini. Hasil dari pertemuan itu aku tetap memilih Diana sebagai kekasihku. Aku merasa Diana yang pantas buatku, dia baik dan juga cerdas dalam menilai kehidupan. Mantanku menerima keputusan itu walau diringi deraian air mata. Ia mencoba menerima kenyataan pahit.
            Keadaan berbalik. Aku bahagia sementara mantanku menderita. Dulu aku sangat mendrita sementara ia bahagia bersama kekasih barunya. Keadaan memang selalu berubah tanpa kita duga, cepat atau lambat. Ternyata pertemuannya dengan Diana malam itu yang kuanggap telah menyelesaikan permasalahan tak ada gunanya. Ia kembali memohon padaku agar menerimanya sebagai kekasihnya lagi dan bersedia menjaga cintanya, berjanji tidak akan mengulangi kesalahan besarnya dahulu. Jiwaku kembali tak tenang. Aku tidak ingin menyakiti salah satu dari mereka, namun hidup adalah pilihan. Mau tak mau, suka tidak suka aku harus menentukan pilihanku. Aku sangat mencintai Diana, begitu juga dengan mantanku. Sempat terlintas dipikiranku untuk tidak memilih siapa pun diantara mereka, namun jika hal tersebut kulakukan akan menyiksa diriku sendiri.
            Dengan sangat berat aku harus melepas salah satu dari mereka. Diana kekasihku atau mantanku yang juga masih kucintai. Namun aku tetap saja tak mampu memilih. Suara hatiku masih bimbang.
Di tengah peliknya permasalahan yang membuatku dilema, tiba-tiba aku dan Diana bertengkar hebat. Emosi membakar jiwa kami. Kalimat bernada kasar terlontar tanpa beban. Diana pasrah, ia mengalah. Dengan ikhlas ia mengatakan bahwa kami harus mengakhiri hubungan ini. Diana rela melepasku, ia memerintahkan aku untuk kembali merajut cinta dengan mantanku. Aku sedih mendengar hal itu. Sangat berat melepas cintaku pada Diana namun ia mengatakan bahwa cinta yang sebenarnya telah menantiku di masa depan. Cinta itu adalah mantanku. Hubunganku dengan Diana hanya bertahan satu bulan.
Aku dan mantanku memutuskan untuk kembali merajut cinta sebagai pasangan kekasih. Sungguh aku sangat mencintainya. Dan aku akan selalu menjaganya karena dia masa depanku.
Diana, maafkan aku yang telah melukai hatimu.

Irwandi Fahruddin
Palopo, 5 April 2013

No comments:

Post a Comment