Labels

Saturday, September 5, 2015

HARI INI, JIWA & RAGAKU BERPISAH

Senyuman halus ku terima pagi ini dari wajah keriput yang sedari kecil tak pernah lelah menemaniku walau terkadang bahkan selalu bertindak aneh yang seharusnya tak pantas aku lakukan. Terlahir sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara yang semuanya perempuan membuatku agak sedikit resah ingin punya sodara laki-laki. Tapi manusia harus menerima setiap anugerah dari Tuhan yang Maha memberi segalanya. Sejak kecil aku dikenal penuh keceriaan, begitu kata Ibu dan kakak-kakak yang selalu memberiku semangat hidup. Dengan langkah pasti ku jalani setiap terjangan surga dan badai kehidupan ini.
            Hari ini aku bangun dari tidurku dengan rasa ceria luar biasa, entah mengapa tiba-tiba perasaan ini begitu menyenangkan. Sungguh aku menikmatinya. Langkahku hari ini terasa lebih ringan, tak ada beban yang meringkuk dalam jemariku yang penuh tanda tanya ini.Aku tak ingin melewatkan saat bersama keluarga, sekarang tak ada waktu untuk orang lain selain Ibu, kakak, adik dan keponakanku. Berbagi adalah hal yang sangat aku sukai, maka dari itu aku rela kerja tanpa pamrih untuk membagi ilmu yang aku kumpulkan selama ini disebuah sekolah dasar, SDN 93 Tombang namanya. Salah satu wajah segar dunia pendidikan ditengah gejolak rintangan yang banyak dialami manusia yang berada di dalamnya. Bingkisan indah banyak aku dapatkan dari taman keceriaan ini, tempat yang selalu membuat keikhlasanku membara disetiap denyut nadiku.
            Terlena dengan perasaan ceria yang ku alami pagi ini, aku melupakan sesuatu yang membuat seluruh semangatku runtuh berkeping-keping tak terhingga. Lima bulan lalu aku merasakan sesuatu hadir mengganggu perutku, aku begitu tidak mengetahui penyebab hadirnya iblis kecil ini. Sejak saat itu pikiran dan tenagaku terkuras hanya untuk memikirkan bagaimana cara menyingkirkannya. Sedih, kecewa dan marah menggerogoti jiwa jernihku saat itu. Langkah demi langkah aku jalani dengan sebuah harapan. Menangis menjadi pekerjaan rutinku tiap hari, tertawa ketika mendengar kalimat yang memunculkan semangatku untuk bertahan.
            Penyakit ini sungguh mengurungku dalam ruang ketersiksaan dimana tak ada yang bisa menolongku. Sungguh perasaanku kini bercampur debu jalanan, air mata selalu mengisi sujudku memohon ampun kepada Allah SWT atas semua dosa yang pernah kulakukan. Aku merasa tak ada harapan lagi, perutku semakin terasa menampakkan kelemahannya, terluka dalam lantunan lagu sendu. Ya Allah ampunilah dosa hamba, berikanlah hamba kekuatan, berikanlah hamba kesembuhan, itu yang selalu aku ucap dari mulutku hampir setiap waktu.
            Bayangan kematian semakin terasa karena malam ini aku akan berangkat ke Makassar untuk menjalani operasi di sebuah rumah sakit terkenal yang tampaknya semua orang meragukan keberhasilannya. Selalu berdengung ditelingaku bahwa iblis kecil bernama kista itu sulit sekali disembuhkan. Sudah banyak yang tak mampu bertahan hidup akibat penyakit ini, rasa ragu semakin menyerang jiwaku. Tapi dorongan dari keluarga membuat harapanku untuk sembuh semakin terbuka lebar. Semangatku untuk sembuh akan selalu ku genggam, ku serahkan semuanya pada Allah.
            Bayangan lelaki yang sudah lama berpijar dihatiku selalu menghantuiku, betapa tidak ia ingin melamarku tiga hari lagi. Sungguh sulit kondisi yang aku hadapi sekarang. Dengan perasaan pasti aku menolak lamaran dari lelaki tersebut karena yang terpenting bagiku adalah kesembuhan, menyingkirkan iblis kecil bernama kista ini. Lelaki itu tetap pada pendiriannya, dengan tegas aku mengatakan aku tidak bisa menikah dengannya. Bukan karena sudah punya pengganti, entah mengapa perasaan buruk selalu menghantuiku.
            Langit sudah mulai gelap, seluruh keluargaku sudah siap mengantar pemberangkatanku menuju tempat operasi. Sebelum berangkat ku sempatkan diri ini bersujud kepada Allah, mohon ampun dan kesembuhan. Dalam doa tiba-tiba saja sosok yang tak ku kenali dengan wajah sedikit samar datang menghampiriku dan mengatakan malam ini aku akan merasakan sesuatu yang luar biasa dimana belum pernah aku rasakan selama hidupku. Aku begitu tak mengerti dengan perkataan itu. Bermaksud mengobati rasa penasaran aku bertanya sesuatu apa yang ia maksud, kemudian ia menjawab mohon ampunlah kepada Tuhan dan minta maaf kepada semua orang yang pernah mengenalmu. Dalam tangis aku memohon ampun kepada Allah, aku sudah siap menerima jika hari ini harus menghadapMu.
            Sebelum berangkat aku sempatkan diri untuk minta maaf kepada semua yang pernah mengisi kehidupanku, kepada kelurgaku yang selalu setia menemaniku. Lelakiku juga begitu, aku minta maaf padanya. Tanpa terasa aku sudah berada dalam mobil yang mengantarku ke Palopo kemudian siap ke Makassar dengan mobil berbeda pastinya. Ternyata dalam perjalanan iblis kecil dalam perutku memberontak, aku merasakan sakit yang sangat luar biasa. Benar-benar sakit tak tertahankan. Saat mencoba tenangkan diri, iblis kecil itupun berhenti memberontak, perasaan lega sedikit menghampiriku.
            Tanpa kusadari ternyata iblis kecil itu berhenti memberontak karena Jiwa & ragaku kini tak bersatu lagi. Ku tatap dengan rasa haru seluruh air mata yang mengalir dari orang-orang yang sangat mencintaiku. Hari ini jiwa & ragaku berpisah.
(Cerpen ini aku persembahkan untuk Almarhumah tanteku tersayang Juliani Tasang, semoga engkau tenang disana, di surga Allah. Amin) 

Makassar, 6 Desember 2011

No comments:

Post a Comment