Senyuman halus ku terima pagi ini dari wajah keriput yang sedari
kecil tak pernah lelah menemaniku walau terkadang bahkan selalu bertindak aneh
yang seharusnya tak pantas aku lakukan. Terlahir sebagai anak kelima dari tujuh
bersaudara yang semuanya perempuan membuatku agak sedikit resah ingin punya
sodara laki-laki. Tapi manusia harus menerima setiap anugerah dari Tuhan yang
Maha memberi segalanya. Sejak kecil aku dikenal penuh keceriaan, begitu kata
Ibu dan kakak-kakak yang selalu memberiku semangat hidup. Dengan langkah pasti
ku jalani setiap terjangan surga dan badai kehidupan ini.
Hari ini aku
bangun dari tidurku dengan rasa ceria luar biasa, entah mengapa tiba-tiba
perasaan ini begitu menyenangkan. Sungguh aku menikmatinya. Langkahku hari ini
terasa lebih ringan, tak ada beban yang meringkuk dalam jemariku yang penuh
tanda tanya ini.Aku tak ingin melewatkan saat bersama keluarga, sekarang tak
ada waktu untuk orang lain selain Ibu, kakak, adik dan keponakanku. Berbagi
adalah hal yang sangat aku sukai, maka dari itu aku rela kerja tanpa pamrih
untuk membagi ilmu yang aku kumpulkan selama ini disebuah sekolah dasar, SDN 93
Tombang namanya. Salah satu wajah segar dunia pendidikan ditengah gejolak
rintangan yang banyak dialami manusia yang berada di dalamnya. Bingkisan indah
banyak aku dapatkan dari taman keceriaan ini, tempat yang selalu membuat
keikhlasanku membara disetiap denyut nadiku.
Terlena dengan perasaan
ceria yang ku alami pagi ini, aku melupakan sesuatu yang membuat seluruh
semangatku runtuh berkeping-keping tak terhingga. Lima bulan lalu aku merasakan
sesuatu hadir mengganggu perutku, aku begitu tidak mengetahui penyebab hadirnya
iblis kecil ini. Sejak saat itu pikiran dan tenagaku terkuras hanya untuk
memikirkan bagaimana cara menyingkirkannya. Sedih, kecewa dan marah
menggerogoti jiwa jernihku saat itu. Langkah demi langkah aku jalani dengan
sebuah harapan. Menangis menjadi pekerjaan rutinku tiap hari, tertawa ketika
mendengar kalimat yang memunculkan semangatku untuk bertahan.
Penyakit ini
sungguh mengurungku dalam ruang ketersiksaan dimana tak ada yang bisa
menolongku. Sungguh perasaanku kini bercampur debu jalanan, air mata selalu
mengisi sujudku memohon ampun kepada Allah SWT atas semua dosa yang pernah
kulakukan. Aku merasa tak ada harapan lagi, perutku semakin terasa menampakkan
kelemahannya, terluka dalam lantunan lagu sendu. Ya Allah ampunilah dosa hamba,
berikanlah hamba kekuatan, berikanlah hamba kesembuhan, itu yang selalu aku
ucap dari mulutku hampir setiap waktu.
Bayangan kematian
semakin terasa karena malam ini aku akan berangkat ke Makassar untuk menjalani
operasi di sebuah rumah sakit terkenal yang tampaknya semua orang meragukan
keberhasilannya. Selalu berdengung ditelingaku bahwa iblis kecil bernama kista
itu sulit sekali disembuhkan. Sudah banyak yang tak mampu bertahan hidup akibat
penyakit ini, rasa ragu semakin menyerang jiwaku. Tapi dorongan dari keluarga
membuat harapanku untuk sembuh semakin terbuka lebar. Semangatku untuk sembuh
akan selalu ku genggam, ku serahkan semuanya pada Allah.
Bayangan lelaki
yang sudah lama berpijar dihatiku selalu menghantuiku, betapa tidak ia ingin
melamarku tiga hari lagi. Sungguh sulit kondisi yang aku hadapi sekarang.
Dengan perasaan pasti aku menolak lamaran dari lelaki tersebut karena yang
terpenting bagiku adalah kesembuhan, menyingkirkan iblis kecil bernama kista
ini. Lelaki itu tetap pada pendiriannya, dengan tegas aku mengatakan aku tidak
bisa menikah dengannya. Bukan karena sudah punya pengganti, entah mengapa
perasaan buruk selalu menghantuiku.
Langit sudah mulai
gelap, seluruh keluargaku sudah siap mengantar pemberangkatanku menuju tempat
operasi. Sebelum berangkat ku sempatkan diri ini bersujud kepada Allah, mohon
ampun dan kesembuhan. Dalam doa tiba-tiba saja sosok yang tak ku kenali dengan
wajah sedikit samar datang menghampiriku dan mengatakan malam ini aku akan
merasakan sesuatu yang luar biasa dimana belum pernah aku rasakan selama
hidupku. Aku begitu tak mengerti dengan perkataan itu. Bermaksud mengobati rasa
penasaran aku bertanya sesuatu apa yang ia maksud, kemudian ia menjawab mohon
ampunlah kepada Tuhan dan minta maaf kepada semua orang yang pernah mengenalmu.
Dalam tangis aku memohon ampun kepada Allah, aku sudah siap menerima jika hari
ini harus menghadapMu.
Sebelum berangkat
aku sempatkan diri untuk minta maaf kepada semua yang pernah mengisi
kehidupanku, kepada kelurgaku yang selalu setia menemaniku. Lelakiku juga
begitu, aku minta maaf padanya. Tanpa terasa aku sudah berada dalam mobil yang
mengantarku ke Palopo kemudian siap ke Makassar dengan mobil berbeda pastinya.
Ternyata dalam perjalanan iblis kecil dalam perutku memberontak, aku merasakan
sakit yang sangat luar biasa. Benar-benar sakit tak tertahankan. Saat mencoba
tenangkan diri, iblis kecil itupun berhenti memberontak, perasaan lega sedikit
menghampiriku.
Tanpa kusadari
ternyata iblis kecil itu berhenti memberontak karena Jiwa & ragaku kini tak
bersatu lagi. Ku tatap dengan rasa haru seluruh air mata yang mengalir dari
orang-orang yang sangat mencintaiku. Hari ini jiwa & ragaku berpisah.
(Cerpen ini aku persembahkan untuk Almarhumah tanteku tersayang Juliani
Tasang, semoga engkau tenang disana, di surga Allah. Amin)
Makassar,
6 Desember 2011
No comments:
Post a Comment